Kereta cepat Jakarta Bandung alias Whoosh baru-baru ini menjadi pembicaraan publik, transportasi darat yang digadang-gadang menjadi simbol kemajuan angkutan massal di Indonesia itu diduga kuat di markup anggarannya.
Dugaan penggelembungan dana itu pertama kali digulirkan oleh eks Menko Polhukam Mahfud MD, pernyataan itu ia lempar di tengah polemik pembayaran utang whoosh dan rencana pengembangan kereta cepat Jakarta-Surabaya.
Pernyataan Mahfud terkait dugaan korupsi dengan modus penggelembungan dana itu dirasa semakin masuk akal apabila jika proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dibandingkan dengan proyek serupa di negara lain.
Baca Juga: Ketika Mahfud MD Membongkar Dugaan Markup Anggaran Proyek Whoosh Era Jokowi
Misalnya saja proyek Haramain High-Speed Railway, HHR. Jika ditelisik lebih dalam proyek kereta cepat Haramain yang digarap di Arab Saudi itu menelan anggaran yang jauh lebih kecil jika dibandingkan Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
Proyek Haramain High-Speed Railway merupakan mega proyek kereta cepat dengan total jarak 1.500 kilometer yang menghubungkan Makkah dan Madinah. Proyek ini menghabiskan anggaran sebesar US$7 miliar atau sekitar Rp116,2 triliun (kurs Rp16.600 per dolar AS).
Sementara itu Whoosh menelan anggaran yang justru jauh lebih besar yakni US$7,27 miliar atau sekitar Rp120,7 triliun dengan total panjang rute yang hanya mencapai 142 kilometer atau 10 kali lipat lebih pendek dari proyek Haramain High-Speed Railway.
Tak hanya itu apabila dibandingkan dengan proyek Land Bridge yang juga sedang digarap Arab Saudi Whoosh nyatanya masih memakan anggaran yang jauh lebih besar.
Proyek Land Bridge sepanjang 1.500 kilometer yang bakal menghubungkan Laut Merah dan Teluk Arab melalui rute Jeddah–Riyadh–Dammam dengan waktu tempuh hanya empat jam, jauh lebih cepat dibanding 12 jam jika ditempuh dengan mobil.
Proyek yang menjadi bagian dari program Saudi Vision 2030, yang bertujuan menjadikan Arab Saudi sebagai pusat transportasi global dan menghubungkan pusat-pusat populasi besar di seluruh negeri itu memakan anggaran US$7 miliar anggaran yang hampir sama dengan proyek Whoosh.
Mengacu pada laporan keuangan 2022 yang diaudit oleh RSM menunjukkan, total biaya pembangunan Kereta Whoosh mencapai US$7,27 miliar atau Rp120,7 triliun. Anggaran itu sudah termasuk cost overrun atau pembengkakan biaya sebesar US$1,21 miliar (Rp20 triliun) dari nilai investasi awal US$6,05 miliar (Rp100,4 triliun).
Dana tersebut sebagian besar berasal dari pinjaman luar negeri. Sekitar 75 persen pembiayaan proyek disokong oleh utang dari China Development Bank (CDB) dengan bunga 2–3,4 persen dan tenor selama 45 tahun.
Pengelolaan Whoosh dilakukan pemerintah lewat konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang terdiri atas empat perusahaan BUMN yakni PT Kereta Api Indonesia (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk dan PTPN VIII.
Sebagai pengelola, PSBI mengantongi 60 persen saham di PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sementara sisanya menjadi milik Beijing Yawan HSR Co. Ltd.
Baca Juga: Negosiasi dengan China, Bagaimana Skema Pelunasan Utang Whoosh, tetap Pakai APBN?
KCIC bertanggung jawab penuh atas pengelolaan proyek, termasuk pembayaran utang jumbo yang membebani keuangan.
Hanya untuk bunga utang saja, KCIC harus menyetorkan sekitar Rp2 triliun per tahun, nominal yang menggambarkan betapa beratnya beban keuangan proyek whoosh.