Bicara soal tren, Fujianto mengungkapkan bahwa latte art dengan bentuk hewan masih menjadi favorit. Namun kini, tampilannya jauh lebih detail dan kompleks dibanding beberapa tahun lalu.
“Kalau dulu orang cuma bikin kepala hewan seperti singa atau domba, sekarang bisa sampai lengkap sama badannya. Jadi bukan hanya sekadar bentuk, tapi detailnya juga diperhatikan,” katanya.
Bagi Fujianto sendiri, mengikuti liga latte art bukan sekadar soal unjuk keterampilan, tapi juga kesempatan emas untuk berkembang secara profesional.
“Di liga ini, evaluasi yang kita dapatkan sangat besar. Ini bisa jadi langkah awal buat masuk ke ajang nasional, karena peserta jadi paham aspek penilaian yang jelas dan terstruktur,” bebernya.
Dan, di balik pencapaiannya, Fujianto menyimpan harapan besar terhadap dunia latte art di Tanah Air. Ia ingin Indonesia tidak hanya sekadar aktif di ranah kompetisi, tetapi juga menjadi salah satu kiblat inovasi dalam seni kopi.
“Harapan saya, industri latte art di Indonesia terus berkembang dan semakin maju. Semoga makin banyak barista yang berani tampil dan membawa nama Indonesia di panggung dunia,” tandasnya.
Baca Juga: Sejak 2019, Kopi Nu Sae Tumbuh Jadi Pemain Kopi Kekinian yang Tetap Jaga Kualitas