Di tengah menjamurnya kedai kopi di berbagai sudut kota, kompetisi Latte Art semakin mencuri perhatian sebagai panggung bagi para barista untuk unjuk kebolehan. Tak sekadar menggambar di atas cangkir, Latte Art menjadi bentuk ekspresi artistik yang menuntut presisi teknik, kreativitas, dan kepekaan estetika.

Fujianto, barista asal Depok, Jawa Barat, yang menyandang gelar Juara Indonesia Latte Art Championship 2023 serta berhasil masuk peringkat 10 dunia dalam World Latte Art Championship 2023, menilai bahwa perkembangan seni latte art di Indonesia dalam satu dekade terakhir mengalami lonjakan yang luar biasa.

“Kalau dibandingkan dari 2015 sampai sekarang 2025, perkembangan latte art itu sangat pesat. Desainnya semakin kompleks, tingkat kesulitannya makin tinggi, dan secara visual lebih hidup,” ungkap Fujianto saat ditemui Olenka di acara Liga Latte Art 2025 yang digelar di gerai Kopi Nu Sae Air Mancur, Bogor, Sabtu (26/7/2025).

Lebih lanjut, pria yang juga dikenal sebagai Coffee Pro dan Coach di Roemah Koffie Academy serta Kakagear Indonesia ini mengatakan, dalam dunia kompetisi, penilaian latte art sendiri tidak bisa dianggap sederhana. Menurutnya, ada sejumlah aspek visual dan teknis yang harus diperhatikan oleh para peserta.

“Pertama, dari segi visual foam, itu penting banget untuk menentukan kualitas gambar. Lalu ada kontras, apakah warna putihnya cukup terang. Harmoni juga jadi poin, misalnya ukuran gambar harus seimbang dengan ukuran cup. Setelah itu dinilai juga dari tingkat kesulitan, dan terakhir adalah overall look, apakah secara keseluruhan gambarnya menarik dan utuh,” jelasnya.

Baca Juga: Rayakan Ulang Tahun ke-6, Kopi Nu Sae Gelar Liga Latte Art 2025 dan Perkuat Rantai Pasok Kopi

Bicara soal tren, Fujianto mengungkapkan bahwa latte art dengan bentuk hewan masih menjadi favorit. Namun kini, tampilannya jauh lebih detail dan kompleks dibanding beberapa tahun lalu.

“Kalau dulu orang cuma bikin kepala hewan seperti singa atau domba, sekarang bisa sampai lengkap sama badannya. Jadi bukan hanya sekadar bentuk, tapi detailnya juga diperhatikan,” katanya.

Bagi Fujianto sendiri, mengikuti liga latte art bukan sekadar soal unjuk keterampilan, tapi juga kesempatan emas untuk berkembang secara profesional.

“Di liga ini, evaluasi yang kita dapatkan sangat besar. Ini bisa jadi langkah awal buat masuk ke ajang nasional, karena peserta jadi paham aspek penilaian yang jelas dan terstruktur,” bebernya.

Dan, di balik pencapaiannya, Fujianto menyimpan harapan besar terhadap dunia latte art di Tanah Air. Ia ingin Indonesia tidak hanya sekadar aktif di ranah kompetisi, tetapi juga menjadi salah satu kiblat inovasi dalam seni kopi.

“Harapan saya, industri latte art di Indonesia terus berkembang dan semakin maju. Semoga makin banyak barista yang berani tampil dan membawa nama Indonesia di panggung dunia,” tandasnya.

Baca Juga: Sejak 2019, Kopi Nu Sae Tumbuh Jadi Pemain Kopi Kekinian yang Tetap Jaga Kualitas