Filipina
Warga negara Filipina telah menggelar demonstrasi pada awal tahun ini (31/1). Ribuan orang turun ke jalan menuntut DPR agar memakzulkan Wapres Sara Duterte. Sara dituntut atas dugaan penyelewengan dan pelanggaran anggaran pemerintah. Yang menjadi sorotan, Sara Duterte merupakan putri dari mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang punya rekam jejak kontroversial.
Berlanjut di tanggal 5 September 2025, warga Filipina kembali melakukan unjuk rasa guna menyampaikan kritik terhadap pihak parlemen mereka atau DPR. Kejadian tersebut dilatarbelakangi kekecewaan masyarakat atas pengendalian banjir yang tidak transparan dan dinilai asal-asalan.
Baca Juga: Demonstrasi Pecah, Rp0,25 Triliun Dana Asing Tinggalkan Tanah Air
Dua hari setelahnya (7/9/2025), lebih dari 2.500 orang dilaporkan mengikuti fun run di Kota Quezon, Filipina sebagai bentuk protes terhadap praktik korupsi di pemerintahan. Sementara itu, kelompok progresif Bagong Alyansang Makabayan (Bayan) terus mengumandangkan aksi protes terkait proyek pengendalian banjir yang dinilai bermasalah. Menurut Bayan, gelombang protes akan terus berlanjut guna menuntut pertanggungjawaban Presiden Ferdinand Marcos Jr dan sejumlah lembaga negara terkait atas dugaan penyalahgunaan anggaran publik.
Nepal
Sementara itu, demonstrasi besar-besaran di Nepal terjadi pekan lalu. Pemicunya diyakini tidak jauh dari masalah kesenjangan ekonomi yang dirasakan rakyatnya. Menurut data Bank Dunia, persentase pemuda Nepal yang menganggur dan tidak mengenyam pendidikan mencapai 32,6 persen pada 2024. Di sisi lain, keluarga pejabat Nepal sering membagikan kehidupan mewah di media sosial.
Data pemerintah menunjukkan bahwa penduduk Nepal berusia 15-40 tahun mencakup hampir 43% dari populasi. Sementara itu, tingkat pengangguran berkisar sekitar 10% dan PDB per kapita menurut Bank Dunia hanya US$1.447 (sekitar Rp23 juta). Negara ini resmi menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan, serta penghapusan monarki.
Permasalah berlanjut dengan diterapkannya pemblokiran terhadap banyak platform media sosial. Saat kericuhan pecah, aksi keras yang dilakukan polisi dengan peluru karet, gas air mata, meriam air, dan pentungan menyebabkan 19 orang tewas. Atas kejadian tersebut, PBB menuntut penyelidikan yang cepat dan transparan.
Dengan kondisi yang makin tidak terkendali, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak mengundurkan diri dalam rapat kabinet mendadak. Selasa (9/9), Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli juga mengundurkan diri.