Akademisi dan praktisi bisnis, Rhenald Kasali, menyoroti maraknya praktik pinjaman online (pinjol) ilegal yang masih menjadi ancaman serius bagi stabilitas keuangan nasional. Ia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah tergiur dengan iming-iming pinjaman cepat tanpa agunan yang ditawarkan platform ilegal, karena di balik kemudahannya tersimpan risiko besar.
“Pinjol ilegal ini telah menimbulkan banyak kerugian, baik bagi masyarakat maupun bagi pelaku industri jasa keuangan resmi,” ujar Rhenald.
Ia menegaskan, dampak negatif dari pinjol ilegal mencakup bunga pinjaman yang sangat tinggi, praktik penagihan tidak etis, hingga kebocoran data pribadi yang sering diperjualbelikan di pasar gelap. Menurutnya, hingga paruh pertama 2025 saja, tercatat lebih dari 7.000 pengaduan terkait pinjol ilegal dengan kerugian yang ditaksir mencapai Rp2,7 hingga Rp3,4 triliun.
“Itu kerugian hanya sampai April–Mei 2025. Banyak masyarakat gelisah menghadapi pinjaman ini. Ada yang bahkan meminjam hingga Rp400 juta dengan cicilan bulanan mencapai Rp60–70 juta,” ungkapnya.
Baca Juga: Rhenald Kasali Bicara soal Fenomena ‘Happy Poor’ di Indonesia, Apa Itu?
Oleh karena itu, ia mengingatkan pentingnya masyarakat memahami kemampuan finansial sebelum berutang. “Cicilan tidak boleh melebihi 30% dari pendapatan. Kalau lebih, hidup Anda akan sangat sulit. Jadi batasi dengan penuh kehati-hatian,” katanya.
Rhenald juga mencatat bahwa mayoritas peminjam berasal dari kalangan digital native berusia 19 hingga 34 tahun. Hingga Maret 2025, total outstanding pinjaman online telah mencapai Rp75,4 triliun, dengan mayoritas berasal dari segmen individu.
“Motifnya sederhana, yakni ingin cepat dapat uang, tanpa agunan, dengan tenor pendek. Tapi akhirnya banyak yang terjerat dan datanya dijual di pasar gelap,” jelasnya.
Yang lebih memprihatinkan, lanjut Rhenald, profesi guru menjadi kelompok yang paling banyak terjerat pinjol ilegal, yakni mencapai sekitar 42% dari total korban. “Kasihan sekali. Banyak guru yang pendapatannya kecil, belum diangkat tetap, dan akhirnya mencari jalan pintas lewat pinjaman online. Padahal risikonya sangat besar,” tuturnya.
Dengan begitu, Rhenald berharap masyarakat dapat lebih bijak dan waspada dalam mengakses layanan keuangan digital. Ia menekankan pentingnya literasi keuangan agar tidak terjebak dalam jeratan pinjaman ilegal yang merugikan diri sendiri maupun lingkungan sosial.
 
            
             
         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                         
                                 
                             
                             
                             
                             
                             
                             
                             
                            