Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyebut posisi paling ideal buat PDI Perjuangan adalah menjadi oposisi apabila Pilpres 2024 ini dimenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. 

Menurut Qodari, PDIP paling cocok berdiri di luar pemerintahan sebab Partai Gerindra, Golkar, PAN dan Demokrat yang mengusung Prabowo-Gibran bakal menjadi lawan sepadan. Partai besutan Megawati Soekarnoputri itu kata bisa menjadi penyimbang dan pengontrol yang baik. 

Baca Juga: Realisasi Program Makan Siang Gratis, Prabowo-Gibran Butuh 6,7 Ton Beras dan 4 Juta Liter Susu Pertahun

"Menurut saya komposisinya sudah sangat-sangat ideal. Presiden dari Gerindra, kemudian pemenang legislatif itu kemungkinan PDI Perjuangan, walaupun masih menunggu penghitungan kursi karena selisih PDI dan Golkar tidak terlalu jauh," kata Qodari kepada wartawan Sabtu (17/2/2024).

Hal itu disampaikan Qodari berdasarkan hasil hitung cepat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 yang menempatkan pasangan calon nomor urut 2 Prabowo-Gibran hampir pasti menang satu putaran.

Menurut dia, hasil hitung cepat Pemilu 2024 berpotensi melahirkan format pemerintahan yang seimbang, terutama dalam komposisi kekuasaan eksekutif dan legislatif.

Meski sifatnya masih sementara, Qodari memprediksi PDI Perjuangan akan keluar sebagai pemenang pada Pemilu 2024 dan menjadi penguasa di parlemen. Dengan begitu, ke depan akan memberikan komposisi peta politik yang sangat ideal.

Meskipun dalam hitung cepat suara PDI Perjuangan unggul, Qodari mengatakan tidak menutup kemungkinan Golkar bisa menyalip dalam perolehan kursi karena suara Golkar lebih banyak didominasi dari luar Jawa, sedangkan PDI Perjuangan lebih kuat di Jawa.

Dengan dinamika hasil Pemilu 2024 itu, kondisi politik Indonesia telah mengalami divided government atau legislatif dan eksekutif yang dikuasai oleh partai yang berbeda. Menurutnya, dengan konstelasi politik seperti itu maka kontrol politik atas pemerintah akan semakin kuat.

"Jadi, dalam divided government kontrol politik berpotensi menjadi lebih kuat karena pemenang eksekutif dan legislatif itu berbeda," jelasnya.

Ia menambahkan perbedaan pucuk kekuasaan antara eksekutif dan legislatif akan menciptakan pemerintahan demokratis yang ideal karena akan terjadi pemerintahan yang dapat saling kontrol dan terjadi keseimbangan kekuasaan.

Baca Juga: Jokowi: Negara Lain Nggak Ada Bantuan Beras Seperti Kita

Baca Juga: Ajak Warga Coblos Nomor 1, Anies Baswedan: Kami Membutuhkan Kewenangan untuk Perubahan

"Jadi, menurut saya ini komposisi yang ideal karena akan terjadi mekanisme check and balance karena eksekutif dan legislatif dimenangkan atau dikepalai oleh partai yang berbeda," tambahnya.

Menurut Qodari, jika PDI Perjuangan yang menjadi ketua DPR lagi, diperkirakan akan sepenuhnya menjadi oposisi. Hal itu tercermin dari sikap Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang kecenderungannya tidak akan berkompromi dengan pemerintahan Prabowo-Gibran.

PDIP Tolak Tawaran Rekonsiliasi

PDI Perjuangan telah menyampaikan sikap politiknya dimana partai politik menegaskan diri sebagai oposisi jika Pilpres 2024 dimenangkan Prabowo-Gibran. PDIP  bakal kembali menjadi oposisi sebagaimana yang pernah dilakukan pada 2004 dan 2009 saat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkuasa.

Hal ini disampaikan PDIP untuk menjawab ajakan rekonsiliasi dari Prabowo Subianto, yang mengatakan bakal merangkul semua pihak, termasuk lawan-lawan politiknya untuk bahu membahu membangun bangsa. 

"Indonesia ini tidak dikenal oposisi, tapi di luar struktur pemerintah," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto 

Hasto mengatakan, PDIP menjadi oposisi agar penguasa tak kebablasan, dia lantas mengungkit masa pemerintahan Jokowi yang saat itu merangkul banyak oposisi untuk masuk ke dalam kabinet pemerintahan, bagi Hasto kondisi seperti itu justru memperburuk iklim demokrasi bangsa lantaran hilangnya kontrol partai politik. 

"Kondisi itu justru berpotensi membuat penguasa haus kekuasaan hingga memanipulasi hukum. PDIP akan berjuang di DPR. Melalui jalur parlemen," tegasnya.