Dalam kompetisi, Joost menegaskan bahwa ada beberapa aspek penting yang diperhatikan juri dalam menilai kualitas latte art seorang barista.
“Yang pertama kualitas foam, lalu kontras antara susu dan kopi, harmoni atau keselarasan antara gambar dan ukuran cup, tingkat keberhasilan eksekusi, dan terakhir overall look, yakni dari sudut pandang seorang pelanggan, kira-kira mana yang paling menarik untuk diminum,” ungkapnya.
Soal edukasi latte art sendiri, Joost menyebut bahwa saat ini banyak kursus atau pelatihan latte art tersedia, termasuk di Kakagear Indonesia yang juga membuka pelatihan dengan durasi fleksibel.
“Kursus biasanya 1–2 hari, tergantung seberapa cepat peserta menyerap materi. Dan biasanya kita juga kasih sertifikasi, khusus dari Kakagear,” jelasnya.
Dan, di tengah maraknya kedai kopi yang bermunculan, Joost pun menaruh perhatian pada semangat barista muda yang seringkali harus berjuang sendiri dalam mengembangkan kemampuannya.
Tak hanya itu, ia pun berharap lebih banyak liga dan event diadakan agar generasi barista berikutnya memiliki lebih banyak peluang untuk berkembang dan bersinar.
“Harapan saya, mereka tetap semangat latihan dan mengasah kemampuan terbaiknya, meski mungkin ada kedai yang belum tentu support. Cari jalan sendiri untuk berkembang, jangan berhenti belajar,” pungkas Joost.
Baca Juga: Dari Kompetisi ke Inovasi, Peran Latte Art dalam Profesionalisasi Industri Kopi Indonesia