Mimpi Ciputra Mencetak Juara Dunia dari Nol

Ketika Indonesia memenangkan Piala Thomas tahun 1958 di Singapura dengan mengalahkan Malaysia, hati Ciputra saat itu seakan tersambar oleh semangat yang luar biasa.

Nama-nama besar seperti Tan Joe Hok, Njoo Kiem Bie, Ferry Sonneville, Tan King Gwan, dan Olich Solihin bukan hanya menjadi pahlawan olahraga nasional, tetapi juga inspirasi bagi generasi muda, termasuk Ciputra muda.

“Saya memang sudah terinspirasi sejak lama oleh cahaya dahsyat yang disemburkan para atlet bulu tangkis Indonesia di tahun 1958,” ungkap Ir. Ciputra.

“Keberhasilan tim Indonesia merebut Piala Thomas di Singapura sangat gemilang dan mengagumkan,” sambungnya.

Tak berhenti di sana, ia juga mengagumi kiprah ganda putri Minarni dan Retno Kustiyah yang meraih juara All England tahun 1968, hingga Rudy Hartono, pemuda ajaib yang menjuarai All England tujuh kali berturut-turut dan menjadi legenda dunia bulu tangkis.

“Setiap kali menonton pertandingan bulu tangkis yang diikuti putra-putri bangsa dan akhirnya kemenangan berhasil diraih, bukan hanya mata saya yang dipuaskan, tapi gelora perasaan di dalam dada ini luar biasa,” kenangnya.

“Betapa dahsyatnya kegembiraan dan kebanggaan yang datang dari prestasi olahraga. Spirit yang indah,” lanjut Ciputra bangga.

Ciputra percaya, bulu tangkis bukan hanya olahraga, tapi juga kekuatan pemersatu. Saat Indonesia berlaga, jalanan sepi karena seluruh rakyat terpaku di depan televisi. Ketika menang, sorak-sorai membahana, dan semangat nasionalisme pun berkobar.

Maka, ketika ia mendirikan Yayasan Jaya Raya bersama Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin pada awal 1970-an, Ciputra pun melihat bulu tangkis sebagai bidang yang sangat potensial untuk dikembangkan secara serius.

“Saya mengatakan pada Ali Sadikin, ‘Saya yakin bisa mengembangkan klub yang akan mencetak juara dunia. Bulu tangkis sangat potensial. Olahraga ini sesuai dengan anatomi tubuh orang Indonesia, dan kita memiliki para calon pelatih dahsyat,’” terangnya.

Diceritakan Ciputra, Ali Sadikin pun menyetujui gagasannya itu, dan pada tahun 1975, Ciputra pun mulai merintis klub bulu tangkis. Ia menggandeng Rudy Hartono, sosok yang tidak hanya menginspirasi, tapi juga memiliki aura juara sejati. Rudy pun menyambutnya dengan semangat.

“Saya menyalami Rudy Hartono, mengucapkan terima kasih. Kehadiran Rudy tak hanya akan memberikan pelajaran teknik bermain kelas dunia, tapi juga mengalirkan semangat juara,” paparnya.

Dan, pada Oktober 1976, Perkumpulan Bulutangkis Jaya Raya resmi berdiri. Dikatakan Ciputra, saat itu Rudy Hartono menjadi ketua sekaligus kepala bidang teknik, didampingi Retno Kustiyah sebagai sekretaris merangkap bendahara.

Pelatih-pelatih hebat seperti Atik Jauhari dan Ridwan turut bergabung. Kantor sekretariat sementara bahkan menumpang di rumah Rudy Hartono di Radio Dalam.

Namun, perjalanan awal PB Jaya Raya jauh dari gemerlap. Tak ada fasilitas mewah, tak ada dana besar. Ciputra justru meyakini bahwa keterbatasan akan menciptakan rasa memiliki yang lebih kuat.

“Apakah perjalanan awal kami diwarnai kemegahan dan fasilitas serba lengkap beserta dana yang menggiurkan? Tidak sama sekali. Selain kami memang masih belum memiliki dana yang pasti, saya juga berpikir bahwa berjuang dari nol bersama-sama akan menciptakan sense of belonging yang lebih baik. Maka bergeraklah kami dalam kesederhanaan. Kenyataannya, dana taktis memang belum ada,” beber Ciputra.

Dibeberkan Ciputra, awalnya, mereka menyewa lapangan di Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, untuk latihan. Kemudian barulah mendapatkan tempat di kawasan Ragunan, tempat mereka membangun asrama dan gelanggang olahraga sendiri.

Semangat gotong royong pun dijelaskan Ciputra sangat terasa. Retno Kustiyah dan para pengurus mengecat sendiri garis lapangan, merancang program pelatihan, bahkan mengemudi sendiri mobil untuk mengantar atlet ke tempat latihan lain di luar Ragunan, seperti di Gelanggang Olahraga Pondok Indah.

“Para pejuang awal Jaya Raya bergerak dalam dana yang minim, namun dilimpahi oleh semangat murni yang mengagumkan,” pungkas Ciputra.

Baca Juga: Kisah Keteguhan Ciputra dalam Menghadapi Pusaran Krisis