Lahirnya PB Jaya Raya
Kecintaan Ciputra terhadap olahraga bukan hanya cerita masa muda di lintasan lari. Komitmennya terus terpatri bahkan ketika ia sudah menjabat posisi strategis di dunia usaha dan pembangunan.
Dan, salah satu warisan besarnya di dunia olahraga Indonesia adalah lahirnya Yayasan Jaya Raya yang kelak membidani munculnya klub bulu tangkis legendaris, PB Jaya Raya.
Semua bermula pada tahun 1969, ketika Gubernur DKI Jakarta saat itu, Ali Sadikin, menyampaikan harapan kepada Ciputra untuk membentuk dan mengelola yayasan yang menaungi klub olahraga di bawah naungan PT Pembangunan Jaya.
“Kau pasti bisa menangani ini. Kau orang yang tepat,” kata Ali Sadikin , seperti dikenang Ciputra.
Sebagai seseorang yang percaya akan kekuatan olahraga dalam membentuk karakter dan menyatukan masyarakat, Ciputra merasa terpanggil.Ciputra mengaku, ia tak melihat permintaan itu sebagai beban, melainkan tantangan yang menggugah hati.
“Kalau diajak bicara soal olahraga, hati saya cepat tersambar. Olahraga itu punya kekuatan ajaib yang menghidupkan. Baik yang berlaga maupun yang menonton, semua dikuasai energi positif. Olahraga bisa mempersatukan. Maka, dengan penuh semangat, harapan Ali Sadikin itu saya godok dengan rekan-rekan di perusahaan,” papar dia.
Tak butuh waktu lama, kemudian lahirlah Yayasan Jaya Raya pada tahun 1970, hasil kolaborasi antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT Pembangunan Jaya. Dibeberkan Ciputra, yayasan ini tak hanya berfokus pada prestasi olahraga, tapi juga merambah pendidikan, sosial, dan kebudayaan.
Di yayasan tersebut, Ciputra terpilih sebagai Ketua Dewan Pengurus, sementara Ali Sadikin menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas. Tapi, Ciputra sadar bahwa keberlanjutan yayasan memerlukan sumber dana yang mandiri. Maka, ia mengajukan permintaan unik kepada Ali Sadikin.
“Ada kompensasi yang saya minta dari Ali Sadikin. Saya ingin Majalah Jaya, yang dikelola oleh pemerintah DKI dengan pimpinan Haryoko, diserahkan kepada Yayasan Jaya Raya dengan harapan bisa menjadi sumber pendapatan,” ungkapnya.
Usulan Ciputra pun disetujui, dan langkah berani pun diambil. Ciputra menggandeng Goenawan Mohamad untuk membentuk Majalah Tempo, dengan skema kepemilikan 50% untuk Yayasan Jaya Raya dan 50% untuk tim redaksi.
Majalah ini tidak hanya sukses besar, tapi juga melahirkan surat kabar Jawa Pos di Surabaya. Saat Majalah Tempo dibredel, Jawa Pos menjadi penyokong utama kegiatan Yayasan Jaya Raya. Salah satu tokoh penting di balik sukses ini adalah Dahlan Iskan, yang kelak menjadi Menteri BUMN pada 2011–2014.
Tak ingin yayasan ini hanya bergerak secara simbolik, Ciputra mendorong pengurus untuk segera membuat langkah nyata. Fokus utama jatuh pada dua cabang: sepak bola dan atletik, dua bidang yang saat itu membuat Ali Sadikin prihatin karena prestasi Jakarta yang kurang menonjol.
“Saya tidak mau yayasan ini bergerak sekadar nama dengan eksistensi yang sekadarnya. Saya ingin total,” tegas Ciputra.
Dari situ, Ciputra kemudian meluangkan waktu untuk menggenjot pengurus agar segera menciptakan sesuatu yang konkret. Saat itu, Soekrisman dan Hiskak Secakusuma ikut berperan aktif.
Dari sana, lahirlah Klub Sepak Bola Jayakarta dan kemudian Persatuan Atletik Jayakarta, yang masing-masing melahirkan sejumlah atlet berbakat. Namun, Ciputra merasa bahwa belum ada ‘chemistry’ kuat dalam dua bidang tersebut.
Dibeberkan Ciputra, titik balik datang pada tahun 1975. Dengan insting yang kuat dan pemahaman mendalam tentang potensi olahraga Indonesia, Ciputra pun kemudian mengajukan usulan baru kepada Gubernur Ali Sadikin.
“Saya ingin memayungi cabang bulu tangkis,” katanya.
Menurutnya, langkah ini terbukti monumental. Dari keputusan itulah, PB Jaya Raya kemudian berdiri dan menjadi salah satu klub bulu tangkis paling berpengaruh di Indonesia. Klub ini pun kemudian melahirkan nama-nama besar yang mengharumkan Indonesia di kancah dunia.
Baca Juga: Kisah Perjalanan Jiwa Ciputra: Ditempa Derita, Disentuh Tangan Tuhan