Dengan segala pengalaman pelik yang dialaminya, Prof Mu’ti berpesan untuk tidak menjadikan kekurangan fisik dan materi, membuat diri rendah dihadapan orang lain. Sebab, ada kelebihan dalam diri yang mungkin tidak dimiliki orang lain, sebagaimana kelebihan yang dimiliki oleh Prof. Mu’ti. 

“Itu yang saya sebut dengan distingsi,” katanya.

Ada pengalaman lain yang turut diceritakan Prof. Mu’ti dalam kesempatan yang sama. Pengalamannya sederhana, di mana ia dihadapkan dengan ketidaktahuannya menggunakan sabuk pengaman saat naik pesawat pertama kalinya menuju Australia. 

“Kalau saya boleh cerita, saya keluar negeri pertama kali, naik pesawat pertama kali ya ke Australia itu. Sampai cara pakai sabuk pengaman itu nggak bisa saya itu. Tapi rupanya saya tidak sendiri. Karena apa? Saya bareng berangkat sama dosen Universitas Jember yang alumni UGM,” kisah Prof. Mu’ti.

Baca Juga: Perjalanan Hidup Abdul Mu'ti: Cendekiawan Muslim yang Kini Jabat Menteri Pendidikan dan Menengah

“Bayangan saya alumni UGM itu yang orang kota pernah naik pesawat. Kami duduk bersebelahan, saya nengok kawan saya ini belum pakai sabuk. Dia juga nengok saya yang belum pakai sabuk. Akhirnya kami seperti kabayan itu, ‘Pak kok enggak pakai?’. ‘Saya pengen lihat Pak Mu'ti cara pakai-nya gimana gitu’. ;Saya juga pengen lihat Bapak, Bapak cara pakai-nya bagaimana?’ Ternyata UGM dan IAIN sama-sama seperti kabayan itu,” sambungnya sembari tertawa.

Dengan segala ketidaktahuannya hingga menyebut dirinya seperti Kabayan, Prof. Mu’ti mengaku tidak malu. Sebab, itu merupakan keberangkatannya bersama rekannya untuk menempuh pendidikan di Australia setelah berhasil mendapatkan beasiswa.   

“Tapi kami tidak malu. Kami tidak malu. Kami dapat beasiswa kuliah ke Australia yang menyisihkan ribuan calon yang lainnya,” imbuhnya.