Gelombang demonstrasi mewarnai sejumlah negara di Asia belakangan ini. Warga negara Indonesia, Filipina, hingga Nepal turun ke jalan menyuarakan sejumlah tuntutan meliputi pembenahan tata kelola pemerintahan, perbaikan ekonomi, hingga peningkatan kualitas hidup.

Sistem pemerintahan demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang melibatkan partisipasi aktif warga negara dalam pengambilan keputusan politik. Hal itu berimplikasi pada hak “kebebasan berbicara dan berkumpul” warga negara. Demokrasi melindungi hak warga negara untuk menyuarakan pendapat mereka, baik secara individual maupun dalam kelompok, termasuk dalam bentuk demonstrasi.

Baca Juga: Faktor Ekonomi Pemicu Aksi Demonstrasi di Indonesia

Spirit Asia Spring

Istilah ini mengacu pada kejadian Arab Spring di tahun 2011 silam. Kematian Mohamed Bouazizi, pedagang sayur keliling Tunisia, memicu kemarahan warga dan mendorong ribuan warga turun ke jalan. Bouazizi memilih membakar dirinya hidup-hidup pada 17 Desember 2010 setelah mendapat perlakuan sewenang-wenang dari aparat. Perlengkapannya mencari nafkah direbut dan tidak dikembalikan.

Kematian Bouazizi pada 4 Januari 2011 menyadarkan warga Tunisia akan kerasnya kehidupan mereka di bawah Pemerintahan Presiden Zine El Abidine Ben Ali. Hanya dalam 10 hari, aksi turun ke jalan yang dilakukan mampu meruntuhkan rezim Ben Ali yang telah berkuasa selama 23 tahun. Kesuksesan tersebut merembet ke berbagai negara Arab lainnya.

Di Mesir, ribuan warga turun ke jalan pada 25 Januari 2011 guna menuntut mundurnya Presiden Hosni Mubarak yang telah berkuasa selama 30 tahun. Puncaknya terjadi di 11 Februari 2011 dengan lebih dari sejuta orang memenuhi jalan-jalan Kairo dan Alexandria. Mubarak kemudian menyerahkan kekuasaan kepada militer. Selanjutnya, aksi serupa juga terjadi di Aljazair, Bahrain, Libya, Yaman, Suriah, hingga Yordania. Rentetan peristiwa itu kelak disebut sebagai “Arab Spring”.

M. Chloe Mulderig (2013) menyebut bahwa Arab Spring disebabkan faktor ekonomi. Angkatan generasi muda yang turun ke jalan merasa frustasi dengan kondisi yang mereka hadapi. Akses terhadap pekerjaan yang layak terbatas, kualitas pendidikan yang belum maksimal, hingga biaya hidup yang tinggi diyakini sebagai pemicu meletusnya gerakan turun ke jalan.

Di Asia, gerakan serupa dengan spirit yang sama mulai terlihat. Kekhawatiran dan kekecewaan publik terhadap kondisi negaranya memicu aksi turun ke jalan. Perbedaan Asia Spring dengan Arab Spring terletak pada sistem pemerintahan yang dianut. Perjuangan Arab Spring dilakukan untuk melawan penguasa otoriter di tengah kondisi non-demokrasi, sedangkan Asia Spring ditujukan kepada penguasa di negara demokrasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan.

Berikut negara yang menunjukkan semangat Asia Spring sepanjang Agustus-September 2025:

Indonesia

Dimulai pada tanggal 25 Agustus, aksi demonstrasi diwarnai peristiwa berdarah usai kematian seorang pengemudi ojek online (ojol), Affan Kurniawan, yang terlindas kendaraan taktis Brimob. Informasi yang menyebut bahwa Affan sedang bekerja saat tewas pada malam 28 Agustus 2025 memicu kemarahan warga. 

Bukan hanya emosi sesaat, Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI) ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK), menyebut bahwa pemicu demonstrasi disebabkan tekanan ekonomi yang dirasakan masyarakat. "Pemicu demo lebih banyak disebabkan oleh masalah kita sendiri. Dari pihak rakyat itu banyak yang menganggur, banyak yang susah. Kemudian, omongan anggota DPR yang mengatakan tolol. Ini semua menjadi penyebab,” kata JK belum lama ini, dikutip Rabu (10/9/2025).

Sulitnya lapangan kerja, tingginya PHK, serta makin tingginya biaya hidup yang dirasakan warga harus berhadapan dengan kenyataan rencana kenaikan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sejumlah aksi lanjutan yang terjadi mengerucut pada tuntutan 17+8 Tuntutan Rakyat.

17+8 berisikan 17 tuntutan jangka pendek dengan tenggat waktu pada Jumat (5/9/2025) serta 8 desakan jangka panjang dengan tenggat waktu 31 Agustus 2026. Andhyta F. Utami selaku salah satu inisiator menjelaskan, tuntutan yang termaktub dalam 17+8 adalah rangkuman permintaan dan desakan masyarakat yang terserak di ruang publik.

Beberapa permintaan rakyat yang disampaikan adalah:

  • Tarik TNI dari pengamanan sipil dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran;
  • Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru (termasuk pensiun);
  • Publikasikan transparansi anggaran (gaji, tunjangan, rumah, fasilitas DPR);
  • Pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader DPR yang tidak etis dan memicu kemarahan publik;
  • Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran;
  • dsb.

Filipina

Warga negara Filipina telah menggelar demonstrasi pada awal tahun ini (31/1). Ribuan orang turun ke jalan menuntut DPR agar memakzulkan Wapres Sara Duterte. Sara dituntut atas dugaan penyelewengan dan pelanggaran anggaran pemerintah. Yang menjadi sorotan, Sara Duterte merupakan putri dari mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, yang punya rekam jejak kontroversial.

Berlanjut di tanggal 5 September 2025, warga Filipina kembali melakukan unjuk rasa guna menyampaikan kritik terhadap pihak parlemen mereka atau DPR. Kejadian tersebut dilatarbelakangi kekecewaan masyarakat atas pengendalian banjir yang tidak transparan dan dinilai asal-asalan.

Baca Juga: Demonstrasi Pecah, Rp0,25 Triliun Dana Asing Tinggalkan Tanah Air

Dua hari setelahnya (7/9/2025), lebih dari 2.500 orang dilaporkan mengikuti fun run di Kota Quezon, Filipina sebagai bentuk protes terhadap praktik korupsi di pemerintahan. Sementara itu, kelompok progresif Bagong Alyansang Makabayan (Bayan) terus mengumandangkan aksi protes terkait proyek pengendalian banjir yang dinilai bermasalah. Menurut Bayan, gelombang protes akan terus berlanjut guna menuntut pertanggungjawaban Presiden Ferdinand Marcos Jr dan sejumlah lembaga negara terkait atas dugaan penyalahgunaan anggaran publik.

Nepal

Sementara itu, demonstrasi besar-besaran di Nepal terjadi pekan lalu. Pemicunya diyakini tidak jauh dari masalah kesenjangan ekonomi yang dirasakan rakyatnya. Menurut data Bank Dunia, persentase pemuda Nepal yang menganggur dan tidak mengenyam pendidikan mencapai 32,6 persen pada 2024. Di sisi lain, keluarga pejabat Nepal sering membagikan kehidupan mewah di media sosial.

Data pemerintah menunjukkan bahwa penduduk Nepal berusia 15-40 tahun mencakup hampir 43% dari populasi. Sementara itu, tingkat pengangguran berkisar sekitar 10% dan PDB per kapita menurut Bank Dunia hanya US$1.447 (sekitar Rp23 juta). Negara ini resmi menjadi republik federal pada tahun 2008 setelah perang saudara selama satu dekade dan kesepakatan damai yang membawa kaum Maois ke dalam pemerintahan, serta penghapusan monarki.

Permasalah berlanjut dengan diterapkannya pemblokiran terhadap banyak platform media sosial. Saat kericuhan pecah, aksi keras yang dilakukan polisi dengan peluru karet, gas air mata, meriam air, dan pentungan menyebabkan 19 orang tewas. Atas kejadian tersebut, PBB menuntut penyelidikan yang cepat dan transparan.

Dengan kondisi yang makin tidak terkendali, Menteri Dalam Negeri Nepal Ramesh Lekhak mengundurkan diri dalam rapat kabinet mendadak. Selasa (9/9), Perdana Menteri Nepal KP Sharma Oli juga mengundurkan diri.