2. Harapan Komunitas yang Meninggi

Dalam beberapa tahun terakhir, peran CEO telah melampaui sekadar urusan laba. Menurut Edelman Trust Barometer 2025, publik kini menempatkan pemimpin bisnis sebagai institusi paling dipercayabahkan lebih tinggi dibanding pemerintah, LSM, dan media.

Dengan kepercayaan itu muncul ekspektasi baru, yakni CEO diharapkan bersuara tentang isu sosial, lingkungan, hingga politik.

Namun, kepercayaan ini bagaikan pedang bermata dua. Laporan yang sama juga menunjukkan enam dari sepuluh orang menyimpan kekecewaan terhadap bisnis dan kalangan kaya.

Dan, CEO kini bukan hanya pengambil keputusan bisnis, tapi juga simbol moral yang terus diawasi.

3. Beban Keluarga yang Sering Terabaikan

Di balik layar, ada tekanan lain yang tak kalah berat: keluarga. Jadwal kerja yang padat, perjalanan tak henti, dan krisis mendadak sering mengorbankan kehidupan pribadi.

CNN pernah melaporkan bahwa hubungan rumah tangga yang renggang menjadi salah satu ‘biaya tersembunyi’ kepemimpinan.

Dampaknya bukan hanya pribadi, tapi juga publik. Investor kerap memandang kondisi keluarga CEO sebagai faktor risiko. Penelitian menunjukkan, perusahaan yang dipimpin eksekutif dengan masalah rumah tangga cenderung berkinerja lebih buruk.

Selain itu, privasi keluarga kini semakin rapuh. Dari sorotan media hingga potensi doxxing, keluarga CEO ikut terekspos. Semakin tinggi visibilitas seorang pemimpin, semakin besar pula kebutuhan melindungi orang-orang terdekat mereka.

Baca Juga: 5 Kiat Sukses ala CEO Google untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kepemimpinan