Menjadi CEO berarti hidup di bawah sorotan yang terang sekaligus berada di jalur yang rawan. Setiap keputusan mendapat pengawasan ketat, baik dari dewan direksi, investor, karyawan, pelanggan, maupun pasar. Tanggung jawab makin besar, sementara kendali langsung atas hal-hal operasional justru semakin terbatas.

Di balik jabatan prestisius ini, setiap CEO membawa beban yang jarang terlihat publik: tuntutan bisnis yang tak henti, ekspektasi komunitas yang kian meluas, dan tanggung jawab pribadi terhadap keluarga.

Tekanan yang bertumpuk ini sering mendorong pemimpin perusahaan ke dalam pergulatan senyap dengan stres, kelelahan, bahkan masalah kesehatan mental.

Dan, dikutip dari Forbes, Senin (8/9/2025), inilah 3 tekanan yang selalu menghantui setiap CEO

1. Tekanan Bisnis di Pundak CEO

Bagi CEO, performa perusahaan adalah beban utama. Mulai dari pendapatan, profitabilitas, reputasi merek, hingga nasib ribuan karyawan, semua menempel di bahu mereka.

Tantangannya bukan sekadar mengambil keputusan yang benar, tetapi melakukannya di tengah ketidakpastian dan informasi yang tak selalu lengkap.

McKinsey mencatat, eksekutif senior menghabiskan hampir 40% waktunya untuk mengambil keputusan. Jika proses ini tidak efisien, kerugian yang timbul bisa mencapai ratusan juta dolar dalam bentuk produktivitas yang hilang. Satu keputusan keliru bisa mengguncang kepercayaan investor dan memengaruhi moral karyawan.

Tak cukup hanya cerdas, seorang CEO juga dituntut punya stamina menghadapi rapat panjang, negosiasi maraton, dan ketahanan mental saat krisis menghantam. Tanpa itu, strategi secemerlang apa pun sulit dieksekusi.

Baca Juga: Para CEO Wajib Tahu, Ini 5 Tension Point yang Membentuk Pemimpin Bisnis Transformasional

2. Harapan Komunitas yang Meninggi

Dalam beberapa tahun terakhir, peran CEO telah melampaui sekadar urusan laba. Menurut Edelman Trust Barometer 2025, publik kini menempatkan pemimpin bisnis sebagai institusi paling dipercayabahkan lebih tinggi dibanding pemerintah, LSM, dan media.

Dengan kepercayaan itu muncul ekspektasi baru, yakni CEO diharapkan bersuara tentang isu sosial, lingkungan, hingga politik.

Namun, kepercayaan ini bagaikan pedang bermata dua. Laporan yang sama juga menunjukkan enam dari sepuluh orang menyimpan kekecewaan terhadap bisnis dan kalangan kaya.

Dan, CEO kini bukan hanya pengambil keputusan bisnis, tapi juga simbol moral yang terus diawasi.

3. Beban Keluarga yang Sering Terabaikan

Di balik layar, ada tekanan lain yang tak kalah berat: keluarga. Jadwal kerja yang padat, perjalanan tak henti, dan krisis mendadak sering mengorbankan kehidupan pribadi.

CNN pernah melaporkan bahwa hubungan rumah tangga yang renggang menjadi salah satu ‘biaya tersembunyi’ kepemimpinan.

Dampaknya bukan hanya pribadi, tapi juga publik. Investor kerap memandang kondisi keluarga CEO sebagai faktor risiko. Penelitian menunjukkan, perusahaan yang dipimpin eksekutif dengan masalah rumah tangga cenderung berkinerja lebih buruk.

Selain itu, privasi keluarga kini semakin rapuh. Dari sorotan media hingga potensi doxxing, keluarga CEO ikut terekspos. Semakin tinggi visibilitas seorang pemimpin, semakin besar pula kebutuhan melindungi orang-orang terdekat mereka.

Baca Juga: 5 Kiat Sukses ala CEO Google untuk Meningkatkan Produktivitas dan Kepemimpinan