Sementara itu, Alternative Raw Material (AR) atau bahan baku alternatif meliputi ironslag (terak besi), fly ash dan bottom ash, artificial gypsum, serta limbah B3 dan non-B3 pilihan yang mengandung mineral substitusi seperti kalsium, silika, alumina, dan besi. PT Semen Jawa mengaku telah memanfaatkan limbah B3 dan non-B3 sebagai bahan baku alternatif dalam produksi semen dengan sistem co-processing mencapai 8.000 ton/bulan atau setara dengan 3% dari total bahan baku.
Menurut Warit Jintanawan, SCG secara konsisten berperan dalam pencapaian target penekanan emisi Gas Rumah Kaca di semua negara tempatnya beroperasi, tidak terkecuali Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku National Focal Point UNFCCC telah menyampaikan peningkatan ambisi penurunan emisi gas rumah kaca melalui dokumen Enhanced NDC (ENDC) Indonesia, yakni 31,89% dengan kemampuan sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional.
Baca Juga: SCG Bidik 67% Penjualan dari Inovasi Hijau pada Tahun 2030
Efisiensi produksi melalui adopsi teknologi yang mendorong keterlibatan bahan bakar dan baku alternatif ini, terang Warit Jintanawan, merupakan salah satu perwujudan dari komitmen ESG 4 Plus di SCG, yakni landasan operasi perusahaan yang dipersonalisasi dari kerangka kerja ESG (Environmental, Social, dan Governance) global. ESG 4 Plus terdiri dari empat komitmen utama: Mencapai Nol Bersih Emisi per Tahun 2050 (Set Net Zero); Mewujudkan Industri Hijau (Go Green); Menekan Kesenjangan Sosial (Reduce Inequality); dan Merangkul Kolaborasi (Embrace Collaboration) dengan Keadilan dan Transparansi di setiap operasi (Plus).