Sepanjang kuartal III/2025, SCG mampu mencatatkan laba sebelum kerugian persediaan dan restrukturisasi sebesar Rp402 miliar (US$23 juta) meskipun membukukan rugi periode berjalan sebesar Rp347 miliar (US$20 juta). Untuk periode 9 bulan pertama tahun 2025 (9M/2025), SCG melaporkan EBITDA sebesar Rp23.111 miliar (US$1.344 juta).

Presiden dan CEO SCG, Thammasak Sethaudom, menegaskan bahwa perusahaan tetap berfokus pada upaya memperkuat daya saing dan keberlanjutan jangka panjang di seluruh kawasan ASEAN, termasuk Indonesia, melalui empat strategi utama: mempertahankan disiplin keuangan yang berkelanjutan, melakukan sentralisasi produksi untuk menghilangkan redundansi, meningkatkan optimalisasi regional, serta memperluas produk dan layanan Smart Value, HVA, dan Green.

Baca Juga: Fokus Pembiayaan ke UMKM, Bank Sampoerna Catatkan Laba Bersih Hingga Kuartal III/2025 Sebesar Rp10,7 Miliar

“Strategi tersebut merespons kondisi ekonomi global yang pada kuartal III/2025 masih berada di bawah tekanan akibat perang dagang, tarif impor Amerika Serikat, serta berlanjutnya konflik Rusia–Ukraina. Dana Moneter Internasional (IMF) memproyeksikan pertumbuhan PDB global akan melambat menjadi 3,2% pada tahun 2025 dan 3,1% pada tahun 2026,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (14/11/2025).

Pada kuartal III/2025, SCG mempertahankan EBITDA sebesar Rp7.368 miliar (US$428 juta). Perusahaan melaporkan laba sebesar Rp402 miliar (US$23 juta). Pendapatan dari penjualan mencapai Rp63.237 miliar (US$3.678 juta), turun 2% dibandingkan kuartal sebelumnya, terutama dipengaruhi oleh faktor musiman di bisnis semen dan konstruksi, serta penurunan penjualan dari SCGP.

Kinerja Utama Unit Bisnis SCG Kuartal III/2025

Unit Bisnis Cement and Green Solutions mencatatkan laba sebesar Rp822 miliar (US$48 juta), didukung oleh inisiatif restrukturisasi biaya dan ekspansi berkelanjutan pasar Low Carbon Cement di ASEAN. SCG Decor mencatat laba sebesar Rp158 miliar (US$9 juta). Sementara itu, SCG Smart Living dan SCG Distribution and Retail mencatat laba gabungan sebesar Rp31 miliar (US$2 juta).

SCGC membukukan rugi sebesar Rp2.076 miliar (US$121 juta) karena bisnis ini masih menghadapi penyempitan margin harga produk kimia. Sementara itu, SCGP mencatat laba periode berjalan sebesar Rp495 miliar (US$29 juta). Secara keseluruhan, industri packaging di ASEAN mengalami perbaikan, didorong oleh konsumsi domestik dan pemulihan ekspor, meskipun harga jual pulp dan kertas menurun.

Untuk periode 9 bulan pertama tahun 2025, EBITDA mencapai Rp23.111 miliar (US$1.344 juta), meningkat 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Laba Periode Berjalan tercatat sebesar Rp9.225 miliar (US$536 juta), meningkat 159%, sedangkan Pendapatan dari Penjualan mencapai Rp192.563 miliar (US$11.198 juta), mengalami penurunan 3%.

Dalam dua belas bulan terakhir, SCG secara konsisten melaksanakan langkah-langkah untuk memperkuat posisi keuangannya. Modal kerja menurun sebesar Rp11.658 miliar (US$667 juta), utang bersih turun sebesar Rp17.417 miliar (US$997 juta), dan biaya keuangan berkurang sebesar Rp104 miliar (US$6 juta), atau turun 2%. Rasio utang bersih terhadap EBITDA tercatat 4,7 kali dengan cash on hand yang tersedia pada akhir kuartal III/2025 sebesar Rp632.377 miliar (US$1.530 juta).

Untuk operasi SCG di ASEAN (tidak termasuk operasi di Thailand), Pendapatan dari Penjualan untuk periode 9 bulan pertama 2025 (9M/2025) mencapai Rp39.957 miliar (US$ 2.324 juta), meningkat 6% secara tahunan. Operasi SCG di ASEAN (tidak termasuk Thailand) berkontribusi sebesar 21% terhadap total Pendapatan dari Penjualan SCG. Angka ini mencakup penjualan dari operasi lokal di setiap pasar ASEAN maupun ekspor dari operasi di Thailand.

Hingga September 2025, total aset SCG mencapai Rp452.357 miliar (US$ 25.891 juta), dengan aset SCG di ASEAN (tidak termasuk aset di Thailand) sebesar Rp214.957 miliar (US$ 12.303 juta), atau setara dengan 48% dari total aset konsolidasian SCG.

Di Indonesia, SCG mencatat Pendapatan dari Penjualan untuk periode 9 bulan pertama 2025 (9M/2025) sebesar Rp14.047 miliar (US$ 817 juta), meningkat 8% secara tahunan, terutama dipengaruhi oleh kurs dari translasi mata uang asing (FX).

“Di tengah gejolak ekonomi global yang berkepanjangan, kami tetap yakin bahwa langkah-langkah tegas yang telah dilaksanakan sepanjang tahun lalu merupakan arah yang tepat. Langkah-langkah tersebut mencakup memperkuat disiplin keuangan, restrukturisasi operasi, dan memperluas ke pasar dengan potensi tinggi, yang semuanya telah membangun fondasi yang kokoh untuk kekuatan dan ketahanan SCG yang berkelanjutan,” tutup Thammasak.