Isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) swasta mulai menguak belakangan ini. Desas-desus itu mengemuka di tengah krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di SPBU non plat merah tersebut, dimana  paceklik BBM itu sudah mulai melanda sejak beberapa bulan belakangan.

Adapun kekeringan BBM itu melanda SPBU swasta seperti Shell yang memiliki 197 SPBU dengan sekitar 5.300 karyawan. Dari total SBPU itu kini hanya tersisa lima yang masih beroperasi. 

Selain Shell kondisi serupa juga menghantam VIVO Energy Indonesia. Total sebanyak 600 karyawan yang bekerja di 44 SPBU milik VIVO yang berada di kawasan Jabodetabek. 

Baca Juga: Kebijakan Impor Satu Pintu dan Sengkarut Paceklik BBM di SPBU Swasta

Saat ini SPBU tersebut hanya menjual RON 92 sebab jenis lainnya sudah kehabisan stok, ketersedian RON 92 di VIVO diperkirakan bakal habis pada pertengahan bulan ini. 

Hal yang sama juga terjadi pada PT ExxonMobil Lubricants Indonesia yang memiliki jaringan sekitar 1.200 SPBU mini dengan jumlah tenaga kerja langsung sekitar 2.000 orang. Stok BBM mereka diperkirakan bertahan hingga November 2025.

Isu PHK itu baru-baru ini viral di media sosial dan memicu tanggapan beragam.  Pihak SPBU swasta seperti Shell Indonesia langsung membantah desas-desus itu, sebab semua karyawan mereka tetap diberdayakan karena akan mengoptimalkan toko dan bengkel yang masih berjalan kendati seluruh SPBU mereka dijual ke perusahaan lain. 

Komisi XII DPR RI sudah menindaklanjuti isu PHK massal dan kelangkaan BBM di SPBU swasta itu, DPR telah menggelar rapat bareng sejumlah SPBU swasta yang tengah dilanda paceklik BBM pada Rabu (1/10/2025). 

Dalam rapat tersebut seluruh SPBU swasta berkomitmen untuk tidak melakukan PHK, namun komitmen itu dirasa tak realistis oleh Wakil Ketua Komisi XII DPR Bambang Haryadi. Mereka dinilai tak punya banyak pilihan selain PHK jika krisis BBM itu terus terjadi hingga beberapa bulan ke depan. 

Politisi Gerindra itu mengatakan hal ini setelah mendengar langsung pernyataan perwakilan BP-AKR yang mengaku stok BBM mereka bertahan hingga akhir Oktober 2025 ini. Adapun AKR mengoperasikan 107 SPBU ditambah 70 SPBU BP, dengan total karyawan sekitar 700 orang. 

"Oke ada 700 orang yang terancam berhenti (di PHK) kalau enggak ada pasokan," kata Bambang. 

Berbeda dengan Bambang Haryadi, Anggota Komisi XII DPR RI Jalal Abdul Nasir dengan tegas mengatakan, SPBU swasta tak boleh melakukan PHK sebab kelangkaan BBM yang terjadi sekarang ini disebabkan oleh faktor penjualan yang meningkat, bukan karena kuota impor yang dibatasi pemerintah, justru sebaliknya jatah impor untuk SPBU swasta ditingkatkan dibanding tahun lalu. 

Itu artinya saat ini perusahaan SPBU swasta sedang menyerok untung besar, jadi menurut politisi PKS itu kesejahteraan karyawan mesti ditingkatkan, bukan justru sebaliknya melakukan PHK dengan alasan krisis stok BBM. 

“Kalau penjualan naik dan laba meningkat, mestinya ada ruang untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kesejahteraan karyawan. Jangan sampai pekerja dikorbankan di tengah cuan perusahaan yang naik,” kata Jalal dalam keterangannnya dilansir Olenka.id Jumat (3/10/2025). 

Menurut Jalal, saat ini sebagian publik masih salah paham terkait kelangkaan BBM yang berujung pada isu PHK ini, fakta bahwa krisis stok BBM karena peningkatan penjualan itu mesti disampaikan ke masyarakat, jangan sampai pemerintah justru menjadi kambing hitam dari gonjang-ganjing krisis BBM. 

Baca Juga: Mengenal Sosok Ingrid Siburian, Pemimpin Shell Indonesia

“Fakta ini penting untuk disampaikan ke publik agar tidak salah paham. Jangan sampai masyarakat menilai keliru bahwa pemerintah yang menjadi penyebab kelangkaan,” tegasnya.

“Pemerintah punya niat baik menjaga ketahanan energi dan devisa, tapi karena kurang tersampaikan dengan baik, publik menganggap seolah-olah pemerintah menghambat,” tambahnya memungkasi.