Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, tingkat partisipasi perempuan dalam angkatan kerja di Indonesia hanya mencapai 55%, jauh di bawah laki-laki yang berada di angka 85%. Sementara itu, data SDG Global Database 2022 menunjukkan hanya 32% perempuan yang menduduki posisi manajerial di perusahaan.

Angka ini mencerminkan masih kuatnya norma dan stigma yang membatasi peran perempuan, termasuk di dunia kerja. Salah satu penyebabnya adalah bias gender, baik yang disadari maupun tidak, yang menghambat kesempatan perempuan untuk berkembang.

Baca Juga: Lewat Kampanye #BaiknyaBarengBareng, OCBC Serukan Pentingnya Kesetaraan

Menanggapi kondisi tersebut, OCBC menggelar Media Talk bertajuk #BaiknyaBarengBareng, mengajak masyarakat memaknai ulang arti kemerdekaan dari bias gender.

Komisaris Independen OCBC, Betti Alisjahbana, menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki potensi setara untuk berprestasi. Menurutnya, di era keberagaman yang menjadi kekuatan kompetitif, ekosistem kerja yang inklusif adalah kunci untuk mengoptimalkan potensi setiap individu.

"Dalam menghadapi stigma berbasis gender, saya memilih fokus berkarya dan membuktikan diri melalui dedikasi, prestasi, dan integritas. Kepemimpinan perempuan tidak perlu menjadi pengecualian, melainkan bagian dari budaya profesional yang kita bangun bersama," ujar Betti dalam acara tersebut, Rabu (13/8/2025) di Jakarta.

Baca Juga: 3 Strategi Bisnis untuk Percepat Kemajuan Menuju Kesetaraan Gender versi Grant Thornton

Dari perspektif organisasi internasional, Head of Programmes UN Women Indonesia, Dwi Yuliawati, menjelaskan bahwa norma gender yang tidak setara, termasuk persepsi bahwa pekerjaan rumah tangga sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan, masih menjadi hambatan besar.

"UN Women berkolaborasi dengan sektor swasta untuk mengintegrasikan Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Perempuan (WEPs). Salah satunya dengan mendorong kebijakan tempat kerja ramah keluarga sebagai upaya meningkatkan partisipasi perempuan di angkatan kerja," paparnya.

Senada, Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru, Wawan Suwandi, menekankan bahwa kesetaraan gender bukan hanya perjuangan perempuan. Laki-laki juga memiliki peran penting, baik di dunia kerja maupun di rumah.

Baca Juga: Tingkatkan Literasi dan Fasilitas Pendidikan, OCBC Syariah Luncurkan Program AMAL meNYALA Negeriku di Cianjur

"Laki-laki juga perlu ruang untuk menjadi ayah, suami, dan individu utuh tanpa stigma. Kita perlu menormalisasi rumah tangga yang dibangun bersama, bukan hanya peran ibu rumah tangga. Narasi yang menganggap jabatan tinggi perempuan dapat merugikan suami juga harus diubah," jelasnya.

OCBC menegaskan bahwa kebijakan inklusif adalah langkah strategis untuk menciptakan peluang setara dan mendukung pemberdayaan perempuan. Menurut Betti, di OCBC, prinsip kesetaraan diwujudkan melalui kebijakan internal, program pengembangan di semua level, fasilitas ramah karyawan, dan komposisi manajemen yang berimbang dalam posisi strategis.

Melalui kampanye #BaiknyaBarengBareng, OCBC ingin menegaskan bahwa kesetaraan gender adalah proses kolektif yang melibatkan semua pihak, mulai dari individu, komunitas, hingga institusi.

Ketika hambatan-hambatan sosial dihapus, perempuan dapat berkontribusi penuh dalam kemajuan sosial dan ekonomi, menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, tangguh, dan berkelanjutan.