Sebagai salah satu bank swasta terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia (BCA) Tbk. juga dinobatkan sebagai brand perbankan terkuat di dunia oleh 'Brand Finance'. Dalam laporan berjudul “Top 500 Banking Brands” yang diterbitkan oleh 'Brand Finance' pada Maret 2024, BCA menduduki peringkat pertama di antara 500 merek perbankan terkenal lainnya di Amerika Serikat, Eropa, Asia, hingga Afrika.
Kini diakui dunia, bank yang telah berdiri selama 67 tahun ini sudah menempuh perjalanan panjang, jatuh bangun, hingga mencapai kesuksesan besarnya dengan banyak prestasi yang dimiliki saat ini.
Dan mungkin, Growthmates tidak menyangka bahwa sebuah perusahaan tekstil di Kota Atlas, Semarang. Perusahaan tekstil bernama NV Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory yang dibentuk pada tahun 1955 menjadi cikal bakal berdirinya bank BCA.
Seperti apa kisah perjalanan dan sejarah BCA sebagai bank swasta terbesar di indonesia? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ya!
Transformasi Menjadi Bank
Pada 1957, Sudono Salim alias Liem Sioe Liong dan salah seorang temannya tertarik membeli perusahaan tersebut lantaran memiliki izin untuk melakukan kegiatan perbankan.
Setelah diakuisisi oleh Liem, nama perusahaan diubah menjadi Bank Asia NV, yang kemudian diubah lagi menjadi Bank Central Asia. Liem tidak hanya mengubah nama perusahaan, tetapi juga memindahkan personel dari Semarang ke Jakarta.
Mengutip dari sejumlah sumber, Bank Central Asia yang saat itu mulai beroperasi di kawasan Asemka baru mendapatkan izin dari pemerintah untuk beroperasi sebagai bank pada 14 Maret 1957. Setelah beberapa tahun beroperasi, tepatnya pada 2 September 1975, NV Bank kembali diubah secara permanen dan perlindungan menjadi PT Bank Central Asia (BCA).
Pada periode awal bertarnsformasi menjadi perusahaan perbankan, kinerja BCA belum terlalu baik. Ada banyak masalah yang dihadapi BCA kala itu.
Masuknya Mochtar Riady
Suatu ketika, Sudono Salim alias Liem bertemu dengann Mochtar Riady di pesawat dalam sebuah penerbangan ke Hong Kong. Dalam perbincangannya, Sudono Salim menawarkan Mochtar Riady bergabung dengan BCA.
Kala itu, Mochtar Riady memiliki reputasi sangat baik sebagai seorang bankir yang mampu mengubah kinerja menjadi positif. Hingga akhirnya, Mochtar Riady bergabung bersama BCA pada 1975 dan mampu menaikkan aset perusahaan dari Rp12,8 miliar menjadi Rp5 triliun pada akhir 1990.
Sekira dua tahun beroperasi sebagai bank dengan nama permanennya, Bank BCA kemudian melakukan merger dengan dua bank lainnya pada tahun 1977. Salah satu di antaranya adalah Bank Gemari, milik Yayasan Kesejahteraan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Baca Juga: Berawal dari Tukang Kaset, Yuk Intip Kisah Sukses Bos BCA Jahja Setiaatmadja
Penggabungan tersebut menjadikan BCA dikenal sebagai bank devisa. Status tersebut kemudian dimanfaatkan untuk mengajukan izin kepada Bank Indonesia (BI) pada tahun 1980-an agar dapat menerbitkan dan mendistribusikan kartu kredit atas nama BCA yang berlaku secara internasional.
Menukil dari laman resmi BCA, bank ini secara agresif memperluas jaringan kantor cabangnya mengikuti deregulasi sektor perbankan di Indonesia pada tahun 1980-an pula. Bank BCA mulai mengembangkan berbagai produk dan layanan, serta meningkatkan informasi teknologi dengan menerapkan sistem online untuk jaringan kantor cabangnya.
Adapun bentuk pengembangan sistem teknologi yang dilakukan BCA adalah berupa Anjungan Tunai Mandiri (ATM). BCA menggandeng PT Telkom untuk memaksimalkan penggunaan ATM, dengan bentuk kerja yang sama berupa pembayaran tagihan telepon yang dapat dilakukan melalui ATM BCA.
Selain Telkom, BCA juga turut menggandeng Citibank dalam kerja sama untuk memudahkan para penggunaan kartu Citibank dalam membayar tagihan melalui ATM BCA. Bukan hanya itu, BCA turut meluncurkan program Tabungan Hari Depan (Tahapan) BCA di tahun yang sama.
Baca Juga: Kredit BCA Tumbuh 17,1% di Kuartal I 2024, Laba Bersih Rp12,9 Triliun
Dari Salim Group dan ke Djarum Group
Masih mengutip dari laman yang sama, Presiden Megawati menyetujui untuk menjual 51% saham BCA kepada publik saat situasi mulai mereda pada tahun 2002. Dari 15 calon pembeli, hanya tersisa empat, yakni Standard Chartered Bank, perusahaan investasi AS Farallon, Bank Mega, dan konsorsium Indonesia yang dipimpin koperasi produsen batik.
Singkat cerita, Bank Mega gagal dan hanya Standard Chartered Bank dan Farallon yang lolos ke putaran final sebagai calon pembeli saham BCA. Hingga akhirnya, Farallon berhasil memenangkan persaingan dan membeli BCA seharga US$530 juta.
Keluarga Salim kehilangan kepemilikan atas BCA, dan pada tahun 2007, Djarum menguasai BCA sepenuhnya setelah membeli 92,18% saham Farallon di Farindo Investment. BCA sudah tidak lagi menjadi milik Salim, namun sejarahnya tetap diingat sebagai hasil kerja keras Sudono Salim dan Mochtar Riady.
Di tangan pemilik baru, BCA kini tumbuh menjadi sangat besar. Bahkan, meski sudah 67 tahun berdiri, BCA tetap menjadi bank swasta terbaik di Indonesia dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp1.129 triliun per 31 Mei 2024.
Penghargaan dan Prestasi BCA
67 tahun melayani masyarakat, BCA senantiasa berupaya memenuhi kebutuhan nasabah dan seluruh pemangku kepentingan. Atas jerih payah yang telah dilalui selama ini, BCA kini meraih hasil dengan banyak penghargaan, prestasi, dan pengakuan yang datang baik di tingkat nasional maupun internasional.
Sebagaimana pada 2023 lalu, BCA melalui Halo BCA berhasil meraih banyak penghargaan di Global Contact Center World Awards 2023 (GCCWA 2023) baik di tingkat Asia Pasifik maupun dunia. BCA juga berhasil mendapatkan predikat Grand Champion untuk ke-12 kalinya di ajang The Best Contact Center Indonesia (TBCCI).
Di GCCWA 2023 yang diadakan di Portugal pada November 2023, BCA juga memperoleh 53 penghargaan, termasuk 10 Certified World Class Awards, 22 penghargaan di kategori korporat, 14 penghargaan individu, dan 6 penghargaan tim.
Hal Ini menobatkan BCA sebagai juara dunia Contact Center World untuk ke-14 kalinya. Selain itu, BCA juga meraih prestasi di The Best Contact Center Indonesia (TBCCI) 2023 yang diadakan di Jakarta pada September 2023.
Baru-baru ini, BCA juga berhasil meraih dua penghargaan di HR Asia Award 2024. Salah satu kategorinya adalah “HR Asia Best Companies to Work for in Asia,” yang telah dimenangkan oleh BCA selama enam tahun berturut-turut.
April 2024 lalu, BCA juga berhasil memperoleh dua penghargaan bank terbaik dari Euromoney Global Private Banking Awards 2024. Penghargaan tersebut di antaranya adalah Indonesia's Best for High-Net-Worth dan Indonesia's Best for Next-Gen.
Bahkan, Jahja Setiaatmadja yang kini menjabat sebagai Presiden Direktur BCA, pernah menerima penghargaan The Best Chief Executive Officer (CEO) pada 2018 lalu dari Majalah SWA dan Dunamis Intermaster.
The World Strongest Banking Brand
Dari sekian banyak pencapaian, tampaknya ini menjadi salah satu pencapaian terbesar BCA. Yap, dinobatkan sebagai merek perbankan terkuat di dunia oleh ‘Brand Finance’. 'Brand Finance' sendiri tak lain adalah konsultan independen terkemuka yang mengkhususkan diri dalam strategi dan penilaian merek.
Menurut laporan berjudul “Top 500 Banking Brands” yang diterbitkan oleh ‘Brand Finance’ pada Maret 2024, BCA menempati posisi pertama dalam daftar merek perbankan terkuat. BCA berhasil menduduki peringkat teratas di antara 500 merek perbankan terkenal lainnya dari Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Afrika.
Mengutip dari laman BCA, 'Brand Finance' mencatat bahwa BCA memiliki nilai Brand Strength Index (BSI) tertinggi di antara merek perbankan lainnya di dunia, dengan skor 93,8 dari skala 100. Dalam laporan yang diterbitkan oleh lembaga yang berbasis di London, Inggris, itu, BCA juga berhasil meraih rating merek AAA+.
Baca Juga: Indodana Finance dan Bank BCA Jalin Kerja Sama Pembiayaan
Rahasia Dibalik Kesuksesan BCA
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja pernah mengungkap secara gamblang rahasia dibalik kesuksesan bank nomor wahid di Tanah Air ini. Rahasia dibalik kesuksesan BCA menurut Jahja yakni tak lepas dari belajar, belajar, dan belajar.
“BCA mencoba mencari tahu kebutuhan masyarakat dan menyediakan berbagai sarana dan kebutuhan untuk masyarakat dengan layanan terbaiknya. Di era persaingan yang semakin ketat, maka untuk menciptakan kepuasan dan loyalitas pelanggan, bukan lagi karena harga murah, tetapi karena kualitas yang prima, terutama kualitas pelayanan,” ujar Jahja Setiaatmadja dalam agenda “SMU Study Mission Republic of Indonesia” yang diinisiasi oleh Singapore Management Universitas pada tahun 2015 lalu.
Menurutnya, kesuksesan BCA bukan hanya karena menetap, tetapi karena tim kerja. Jahja sangat menekankan pentingnya tim kerja. Menurutnya, untuk menciptakan tim kerja yang baik, harus bisa merangkul semua lapisan tenaga kerja agar dapat bersama-sama membangun dukungan yang kuat.
“Tidak hanya saya sendiri, namun seluruh jajaran direktur dan keluarga besar BCA bekerja keras untuk meningkatkan kinerja dan reputasi perusahaan. Keberhasilan yang telah diraih BCA, baik secara individu maupun bersama, adalah keberhasilan kami semua,” tutur Jahja.
Transformasi BCA
Dulu hanya dikenal sebagai bank yang menawarkan produk tabungan, bank BCA kini telah mengubah layanan tabungan menjadi rekening transaksi yang dapat diandalkan.
Jahja Setiaatmadja tak memungkiri akan peran perkembangan teknologi yang berperan penting dalam transformasi BCA. Mulai dari penggunaan internet banking hingga kemudahan nasabah dalam mengakses melalui aplikasi mobile banking.
“BCA memang sudah berdiri tahun 1957, ada (nasabah) yang berusia 18-20 tahun, banyak yang masih muda. Namun, kami juga memiliki nasabah yang usianya mencapai 95 tahun. Apakah mereka mahir menggunakan teknologi seperti generasi yang lebih muda? Kita harus benar-benar ramah pengguna," kata dia dalam wawancara CEO2CEO QuBisa.
BCA tidak hanya fokus pada kemudahan layanan, tetapi juga menjaga keamanan nasabahnya secara proaktif. Dengan call center 24 jam, nasabah BCA memastikan nasabah BCA selalu bisa mendapatkan bantuan, terutama untuk masalah transaksi digital.
Transformasi digital BCA memberikan manfaat bagi bank, bisnis, dan masyarakat. Dengan akses perbankan yang lebih mudah, BCA membantu pertumbuhan ekonomi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Itu dia Growthmates kisah sukses perjalanan BCA. Keren banget ya!