Polemik Film animasi Indonesia Merah Putih One For All seperti tidak ada habisnya, setelah kualitas film yang dianggap amburadul dan buat asal-asalan, polemik lainnya kembali mengemuka, di mana masyarakat mempersoalkan anggaran jumbo yang dipakai menggarap film tersebut. 

Adapun film besutan Perfiki Kreasindo itu menelan anggaran hingga Rp6,8 miliar. Namun sejauh ini belum diketahui secara pasti siapa penyokong anggaran pembuatan film yang dibuat untuk memeriahkan HUT ke-80 RI itu. 

Terlepas dari kontroversi yang muncul, berikut sederet fakta film Indonesia Merah Putih One For All: 

1. Mengangkat Perbedaan Latar Belakang Budaya Indonesia 

Kendati dihantam gelombang kritik karena kualitas film di luar ekspektasi publik, namun Merah Putih One For All sebetulnya bertujuan membuat masyarakat Indonesia semakin bangga dengan kekayaan budaya negara ini, perbedaan-perbedan itu pula diharapkan dapat menumbuhkan nasionalisme generasi muda Indonesia. 

Merah Putih One For All mengisahkan delapan anak dengan latar belakang budaya yang berbeda, namun mereka tetap rukun dan saling menghormati satu sama lain, perbedan-perbedaan itu yang membuat mereka solid dalam persatuan. 

Baca Juga: Prabowo-Jokowi Masih Solid?

Kedelapan anak dalam film Merah Putih One For All itu berasal dari  Betawi, Papua, Medan, Tegal, Jawa Tengah, Makassar, Manado, hingga Tionghoa. Di tengah perbedaan yang mencolok itu mereka bahu membahu menyelamatkan Bendera Merah Putih yang hilang secara misterius tiga hari sebelum upacara kemerdekaan.

2. Anggaran Jumbo dan Produksi Kilat 

Salah satu kontroversi film Merah Putih One For All yang tengah disorot tajam adalah anggaran yang fantastis. Total anggaran yang digelontorkan untuk merampungkan film tersebut adalah Rp6,8 Miliar. 

Dengan anggaran sebesar itu kualitas visual film yang ditampilkan diharapkan bisa memuaskan, namun sayang ekspektasi publik justru tak terjawab, visual Merah Putih One For All disebut amburadul dan mengecewakan. 

Hal lain yang membuat publik tercengang adalah durasi produksi yang dinilai lumayan singkat. Adapun film ini baru mulai diproduksi Juni 2025. 

Secara keseluruhan total durasi produksi yang dibutuhkan hanya sekitar dua bulan saja, padahal untuk menyajikan sebuah karya berkualitas tinggi dibutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bisa sampai bertahun-tahun. 

Singkatnya durasi produksi ini membuat publik berpendapat bahwa film itu digarap terburu-buru tanpa persiapan matang sehingga hasilnya tak maksimal dan justru mengecewakan 

3. Disentil Kreator Film 

Selain banjir kritik dari masyarakat awam, sejumlah pegiat dan kreator film juga turut memberi kritik menohok, dimana film Merah Putih One For All dianggap sebagai proyek gagal dan hanya menjadi 'ajang bakar duit'