Ketimpangan Akses dan Harapan yang Belum Padam
Masalah bagi pasien transplantasi ginjal di Indonesia tidak berhenti pada jenis obat. Akses dan distribusi obat juga menjadi tantangan besar.
“Di Jakarta, teman-teman sering mengeluh hanya dapat obat untuk seminggu atau sepuluh hari dari RSCM, sisanya harus beli sendiri. Di Jawa Tengah, ketersediaannya lebih baik, walau kadang kosong beberapa hari," bebernya.
Delapan tahun hidup dengan ginjal hasil transplantasi membuat A paham betapa pentingnya keberlanjutan akses obat.
“Obat ini bukan barang yang bisa diganti seenaknya. Nyawa kami bergantung pada obat ini,” tegasnya.
Selain itu, ia menyoroti lamanya antrean operasi transplantasi di Indonesia. Banyak pasien yang sudah siap menjalani operasi, namun kehilangan kesempatan karena menunggu terlalu lama.
“Kasihan teman-teman yang sudah semangat mau sembuh. Ada yang sudah dijadwalkan operasi bulan depan, tapi tak sempat. Meninggal sebelum gilirannya tiba,” ujarnya lirih.
Kisah A adalah potret nyata perjuangan pasien gagal ginjal di Indonesia. Dari kehilangan, mukjizat, hingga kembali dihadapkan pada ancaman karena kebijakan yang tidak berpihak pada pasien.
Ia berharap, pemerintah tidak hanya berfokus pada efisiensi anggaran, tetapi juga menjamin kesinambungan obat-obatan vital dan mempercepat akses layanan transplantasi bagi mereka yang hidup berpacu dengan waktu.
“Transplantasi ginjal bukan hanya mungkin dilakukan di Indonesia. Tapi, juga layak diperjuangkan, karena di balik setiap operasi, ada harapan untuk hidup," pungkasnya.
Baca Juga: Lonjakan Kasus Gagal Ginjal Dini, 5 Jenis Makanan Ini Jadi Biang Keladi