Yayasan Jangan Mengemis
Bagi banyak orang, yayasan sosial seringkali identik dengan ketergantungan pada donatur atau anggaran amal. Namun bagi Ciputra, yayasan bukanlah tempat bergantung, melainkan tempat berkembang.
Sebuah wadah yang berdiri dengan kaki sendiri, sekuat dan seteguh perusahaan besar. Dengan semangat wirausaha yang ia bawa sejak lama, Ciputra menciptakan konsep ‘Yayasan Jangan Mengemis’.
"Sebuah yayasan hendaknya bisa segagah dan seberwibawa lembaga bisnis. Penuh kesanggupan. Sukses. Sejahtera. Dan memiliki potensi ke depan yang bisa terus dikembangkan," tegasnya.
Ciputra tidak hanya membangun bisnis properti, tetapi juga menanamkan benih perubahan lewat banyak yayasan. Di bawah Jaya Group, ada Yayasan Pendidikan Jaya, Yayasan Jaya Raya, dan Yayasan Marga Jaya. Di Ciputra Group, berdiri Yayasan Citra Kristus, Yayasan Pendidikan Ciputra, dan Yayasan Ciputra Entrepreneur Artpreneur.
Tak berhenti di situ, ia juga turut menyentuh yayasan-yayasan lain seperti Yayasan Don Bosco, Yayasan Tarumanagara, Yayasan Prasetiya Mulya, dan Yayasan Pondok Indah.
Semua dikelola dengan filosofi yang sama, yakni jiwa entrepreneurship. Ciputra yakin, semangat kewirausahaan bisa membawa dunia pendidikan menuju kemandirian dan kejayaan, bukan ketergantungan.
Dan, salah satu contoh paling menyentuh dari pendekatan Ciputra adalah kisah transformasi Yayasan Tarumanagara, yang menaungi Universitas Tarumanegara (Untar).
Sebelum campur tangannya, kampus tersebut tampak suram dan tertinggal, bangunannya kusam, fasilitas minim, dan tidak mencerminkan semangat belajar di tengah pusat perdagangan Grogol yang sibuk dan makmur.
"Saya tercenung. Bagaimana itu bisa terjadi? Sungguh kontras dengan keadaan sekitar. Bagaimana mungkin di antara kejayaan lokasi itu ada kampus yang buruk rupa?,” ungkap Ciputra.
Tak tinggal diam, Ciputra pun lantas mengadakan pertemuan dengan para pengurus dan staf kampus. Ia mendengar keluh kesah mereka, terutama tentang kesulitan dana. Tak hanya itu, biaya kuliah yang rendah dan seragam untuk semua mahasiswa dianggap sebagai bentuk keadilan, namun justru menjadi penghambat utama perkembangan kampus.
Sontak, Ciputra pun kala itu langsung menawarkan sebuah solusi yang mengandung prinsip keadilan sosial, namun tetap berpijak pada kekuatan ekonomi riil.
"Begini, Saudara-saudara. Jika Anda ingin kampus ini maju, biaya kuliah bisa ditingkatkan. Jangan terlalu murah. Buatlah nilai yang berbeda untuk biaya kuliah dan sesuaikan dengan tingkat ekonomi mahasiswa. Mahasiswa dari keluarga berada diberlakukan biaya kuliah yang tinggi. Sebaliknya, mahasiswa dari keluarga berekonomi lemah mendapat subsidi,” tegas Ciputra kala itu,
Ide Ciputra pun kemudian langsung diterapkan pihak kampus. Hasilnya luar biasa. Yayasan Tarumanegara perlahan mulai bangkit. Fasilitas kampus diperbarui, program akademik dikembangkan, dan aura kampus berubah menjadi lebih hidup dan penuh harapan.
Inilah yang disebut Ciputra sebagai ‘rahasia telur Columbus’ dalam yayasan, yakni sebuah ide sederhana, namun hanya bisa diwujudkan oleh orang yang berani berpikir berbeda.
Melalui prinsip subsidi silang, mahasiswa dari keluarga mampu tidak hanya menerima pendidikan, tapi juga membantu teman-teman mereka yang kurang beruntung. Solidaritas yang dibangun secara sistematis, bukan sekadar amal insidental.
“Yayasan jangan mengemis. Yayasan harus punya keberanian berdiri sendiri, punya semangat wirausaha, dan punya tujuan mulia yang terus diperjuangkan,” tegas Ciputra.
Baca Juga: Keteguhan Iman dan Prinsip Hidup 5D ala Ciputra dalam Menghadapi Sakit dan Ujian