Dapat Durian Runtuh dari Investasi

Lo Kheng Hong pernah bercerita bahwa dirinya belum memiliki rumah saat awal menikah. Dia dan istrinya harus menumpang di rumah tantenya, adik dari ibu Lo Kheng Hong. "Rumah yang sudah tua, ukurannya 5x10 satu lantai, lantainya bukan keramik," kenang Lo Kheng Hong dalam sebuah kesempatan.

Awalnya, investor kakap ini bermimpi membeli rumah sederhana dengan tipe 40/90 di kawasan Kosambi, Jakarta Barat seharga Rp45 juta. Saat itu, gajinya hanya sebesar Rp1 juta-an.

Baca Juga: Peranan Dato Sri Tahir sebagai Wantimpres: Fokus Investasi dan Entaskan Kemiskinan

Namun, bagaikan dapat durian runtuh, Lo Kheng Hong berhasil membeli rumah mewah di kawasan elite yang sebelumnya tak pernah dibayangkan. Lo berhasil membeli rumah di kawasan Green Garden berkat cuan dari investasi saham yang ia lakukan.

"Akhirnya di akhir tahun 1993, type money policy uang ketat itu dilonggarkan dan saham-saham pada naik. Saya dapat uang banyak sekali dan justru yang saya beli itu bukan yang di Kosambi, tapi yang di Green Garden. Yang saya nggak pernah berani lihat, justru di situ saya beli," sebutnya.

Pensiun di Usia 37 Tahun

Baru pada tahun 1996, setelah bekerja selama 17 tahun di perbankan, Lo Kheng Hong memutuskan untuk pensiun dan berkonsentrasi penuh menjadi seorang investor saham. Saat itu, usinya menginjak 37 tahun.

Kerja Penuh sebagai Investor

Perjalanan investasi Lo Kheng Hong tak selalu berjalan mulus. Usai memantapkan diri sebagai full time investor, dia harus menelan pil pahit saat nyaris bangkrut akibat krisis ekonomi di tahun 1998 silam. Saat itu, dia harus kehilangan 85% uangnya dan hanya tersisa 15% dari seluruh hartanya.

"Uang saya berkurang 85%, sisa 15%. Saya waktu itu sudah full time investor, istri ibu rumah tangga, anak 2. Saya nggak kerja lagi, duit tinggal 15%," jelasnya dalam suatu kesempatan.

Akhirnya, Lo Kheng Hong memutuskan untuk menyimpan seluruh sisa hartanya di saham PT United Tractor Tbk (UNTR) yang saat itu berada di level Rp 250 per saham. Di sinilah dia melihat saham UNTR dengan strategi value investing: mencari perusahaan yang punya fundamental bagus, memiliki prospek cerah dan valuasinya tinggi.

"Masa harga saham Rp250, laba usaha per saham Rp7.800. Laba usahanya Rp1,1 triliun, dibagi jumlah saham 138 juta, kan, (laba per saham) Rp7.800. Saya put everything di United Tractor, nggak bisa pilih yang lain. Ini ada mercy dijual harga bajaj, semua masukin. Beli seluruhnya hanya di 1 counter," ujarnya.

Setelah 6 tahun memegang saham UNTR, Lo Kheng Hong menjual seluruh asetnya di sana pada 2004. Saat itu, harga saham UNTR sudah berada di level Rp15 ribu per saham.