Pandangan serupa turut disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang selama ini justru belum diajak berdiskusi bersama oleh Kemenkes, padahal dampak terhadap tenaga kerja terlihat sangat nyata dari adanya Rancangan Permenkes. Sejak Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) dikeluarkan, Kemenaker telah menerima banyak keluhan dari berbagai pihak, termasuk potensi PHK hingga 2,2 juta pekerja di sektor tembakau dari aturan Kemenkes ini.
“Kami concern bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 dan turunannya akan berpotensi meningkatkan PHK. Kalau aturan ini terlalu kenceng sesuai teman-teman Kesehatan, akan ada 2,2 juta orang ter-PHK, baik dari tembakau maupun industri kreatif yang mendukung industri tembakau,” ungkap Dirjen Hubungan Industrial Kemenaker, Indah Anggoro Putri, dalam kesempatan yang sama.
Indah memaparkan dari 6 juta pekerja tembakau, hampir 89% adalah pekerja wanita, yang di mana 85% di antaranya adalah kelompok rentan sebagai kepala keluarga yang bekerja untuk menghidupi keluarganya, termasuk bagian pekerja kategori lemah. Indah mengatakan negara perlu hadir untuk melindungi kelompok ini karena apabila angka pengangguran meningkat, dampak sosialnya akan sangat besar hingga berujung pada peningkatan kriminalitas.
Tak hanya itu, Indah menyoroti banyaknya para pekerja yang bekecimpung di industri kreatif semestinya dilindungi agar tetap bisa menyalurkan kreativitasnya. Indah menekankan agar Kemenkes mempertimbangkan keseimbangan pengusaha agar sama-sama dapat mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional 8% yang telah digagas oleh pemerintahan Presiden Prabowo.
“Kita perlu selamatkan sektor tembakau ini, mitigasinya dari kami tentu serap aspirasi. Izin juga untuk Kemenkes, kalau rapat kami juga perlu diundang. Karena sebelumnya Kemenkes dikritik kurang public hearing, jadi ke depannya kami siap untuk mendukung dan diajak berdiskusi,” tegasnya.