Bias gender, kondisi memihak yang merugikan salah satu gender hingga menimbulkan diskriminasi gender, kerap dialami perempuan. Menariknya, jumlah perempuan berpendidikan tinggi di Indonesia terus meningkat, tetapi kesenjangan peluang di dunia kerja masih menjadi tantangan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2024, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan mencapai 56,42%, masih tertinggal dibandingkan laki-laki yang mencapai 84,66%.
Komisaris Independen OCBC, Betti Alisjahbana, mengungkapkan bahwa perusahaan perlu mengambil langkah dalam memerangi bias gender. Menurutnya, dalam memerangi bias gender dapat dimulai dengan membuka peluang yang setara bagi laki-laki dan perempuan.
Baca Juga: Perempuan Masih Tertinggal di Dunia Kerja, OCBC Gaungkan Kesetaraan Gender
“Sebetulnya kalau kita membuka peluang yang setara kepada laki dan perempuan, sebetulnya kita membuat, melakukan sesuatu yang mulia kepada bisnis itu sendiri. Karena perusahaan itu akan maju kalau dia punya sumber daya kemampuannya yang sempurna,” ungkapnya dalam Media Talk OCBC #BaiknyaBarengBareng, Rabu (13/8/2025), Jakarta.
Betti menambahkan bahwa banyak perempuan lulusan perguruan tinggi yang meraih predikat cumlaude, sehingga penting bagi perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang inklusif. Menurutnya, jika talenta tersebut tidak mendapatkan kesempatan yang setara, perusahaan berisiko kehilangan potensi dan produktivitas.
“Jadi jika perusahaan tidak membuat lingkungan yang welcoming untuk perempuan dan laki-laki terbaik, maka perusahaan tidak bisa maju,” lanjutnya.
Baca Juga: 5 Kesalahan Pengasuhan yang Diam-diam Menanamkan Bias Gender pada Anak
Ia menyebut bahwa di OCBC langkah untuk meminimalkan bias gender sudah diterapkan mulai dari sistem rekrutmen hingga promosi yang adil. Perusahaan juga memberikan peluang berkembang yang setara bagi karyawan laki-laki dan perempuan dan menyediakan fasilitas pendukung seperti layanan kesehatan mental.
“Setiap orang memiliki stage yang berbeda-beda. Saya perhatikan kalau belum menikah gitu atau belum punya anak itu masih memiliki energi yang tinggi. Akan tetapi saat perempuan mulai memiliki anak, mereka akan memikirkan lebih banyak tentang tindakan mereka,” jelasnya.
Dirinya juga mengungkapkan alasan bias gender terjadi pada perempuan diakibatkan adanya beban ganda yang dialami oleh perempuan. Perempuan tetap dapat bekerja, tetapi perempuan tetap dibebankan kewajiban dalam mengurus pekerjaan rumah.
“Pekerjaan di kantor yang sudah banyak ditambah harus mengurus pekerjaan rumah sesampainya di rumah. Hal ini mengakibatkan banyaknya beban yang harus dipikul oleh para perempuan,” lanjutnya.