2. Hannah Arendth
Hannah Arendth menghabiskan hidupnya untuk menulis secara ekstensif mengenai Totaliterisme. Melalui karya The Origins of Totalitarianism yang ditulisnya pada 1951, Arendth menganalisa dan menjelaskan bagaimana pemerintah menjadi sebuah kekuatan.
Di akhir hidupnya, Arendth meninggalkan banyak karya yang belum rampung diselesaikannya. Karya-karyanya mencakup beragam topik, tetapi yang paling terkenal adalah pemikirannya tentang kekuasaan, kejahatan, serta isu-isu politik seperti demokrasi langsung, otoritas, dan totalitarianisme.
Dalam pandangan umum, Arendth paling diingat karena kontroversi yang muncul selama persidangan Adolf Eichmann, upayanya menjelaskan bagaimana individu biasa bisa berperan dalam sistem totaliter, serta konsep "banalitas kejahatan" yang dikenalnya.
Baca Juga: Deretan Tokoh Perempuan Era Reformasi yang Berpengaruh di Indonesia
3. G.E.M Anascombe
Sebagai tokoh filsuf wanita dari Britania, Anascombe dikenal akan tulisannya tentang filsafat budi, filsafat tindakan, logika filosofis, filsafat bahasa, etika, hingga kriminal perang. Intention merupakan salah satu karya terbaik Anascombe, di mana di dalamnya membahas tentang bagaimana ekspektasi memiliki efek yang begitu kuat terhadap kedudukan etika diri sendiri.
Karya termasyhur lainnya adalah Modern Moral Philosophy yang ditulisnya pada 1958. Dalam karya tersebut, Anascome turut memperkenalkan istilah "konsekuensialisme" ke dalam bahasa filsafat analitik, dan memiliki pengaruh yang kuat dalam etika kebajikan kontemporer.
Anscombe pernah terpilih sebagai Profesor Filsafat di Universitas Cambridge pada tahun 1970, tempat bersejarahnya sampai ia pensiun pada tahun 1986. Ia juga sempat terpilih sebagai Anggota Kehormatan Asing dalam American Academy of Arts and Sciences pada tahun 1979.