Uji coba cross-sectional ini melibatkan 186 peserta yang memiliki usia rata-rata 46 tahun dan indeks massa tubuh 32,9 kg/m2. 

Selama dua minggu, para peneliti terus memantau aktivitas fisik dan pola glukosa peserta menggunakan akselerometer triaksial yang dikenakan pada pergelangan tangan yang tidak dominan dan perangkat pemantauan glukosa berkelanjutan.

Peserta diklasifikasikan berdasarkan jumlah aktivitas fisik sedang hingga berat yang mereka lakukan setiap hari. Mereka yang tidak melakukan aktivitas fisik dianggap tidak aktif. Peserta yang melakukan lebih dari 50% aktivitas fisik antara pukul 6 pagi hingga siang hari diklasifikasikan sebagai tipe "pagi". 

Mereka yang melakukan aktivitas fisik terutama antara siang hingga pukul 6 sore diklasifikasikan sebagai tipe "sore". Sementara mereka yang aktif dari pukul 6 sore hingga tengah malam dianggap sebagai tipe "malam". Jika tidak ada rentang waktu tertentu yang mencakup lebih dari 50% aktivitas fisik mereka, mereka dikategorikan sebagai "campuran".

Baca Juga: Survei Ungkap Badminton dan Lari Jadi Olahraga Paling Diminati Masyarakat Tanah Air

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika seseorang melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga berat lebih dari 50 persen waktu olahraga mereka di malam hari, hal ini berhubungan dengan penurunan kadar glukosa darah sepanjang hari, termasuk pada siang dan malam hari. Dibandingkan dengan mereka yang tidak berolahraga, aktivitas fisik di malam hari tampaknya memberikan manfaat lebih besar dalam membantu mengontrol kadar gula darah secara keseluruhan.

"Seiring dengan perkembangan bidang ini menuju resep latihan individual untuk berbagai kondisi kronis, studi ini kini memberikan wawasan tambahan, bukan hanya sekadar memberi tahu pasien untuk 'lebih banyak bergerak', tetapi juga untuk bergerak sesering mungkin dan memprioritaskan gerakan dari sore hingga malam hari jika memungkinkan untuk pengaturan glukosa," kata Renee J. Rogers, ilmuwan senior, Divisi Aktivitas Fisik dan Manajemen Berat Badan, University of Kansas Medical Center, yang tidak terlibat dalam studi ini.