Indonesia memiliki tantangan untuk mengoptimalkan kekayaan sumber daya mineral dengan baik. Kehadiran bank emas berpotensi untuk menjawab tantangan tersebut.

Selama ini Indonesia cenderung mengekspor emas hasil tambang dalam bentuk mentah sehingga belum memberikan nilai tambah yang signifikan bagi perekonomian nasional. Di sisi lain pelaku industri perhiasan dalam negeri kerap menghadapi kekurangan pasokan bahan baku sehingga terpaksa melakukan impor emas dari negara tetangga seperti Singapura dan Australia.

Kondisi tersebut menimbulkan ironi mengingat Indonesia merupakan salah satu negara produsen emas terbesar di dunia. Adapun, Singapura yang tidak memiliki sumber daya alam khususnya emas dan logam mulia justru mampu berperan sebagai pemasok dan pusat transaksi emas di kawasan Asia Tenggara.

Berdasarkan data US Geological Survey (2025), Indonesia menempati peringkat ke-10 negara produsen emas dunia dengan total produksi mencapai 100 metrik ton (MT) pada tahun 2024. Capaian tersebut menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara produsen utama lain, seperti China, Rusia, dan Australia, dalam industri pertambangan emas global.

Direktur Utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Heru Kristiyana, meyakini bahwa sektor keuangan bisa menjadi solusi untuk menjawab kebutuhan industri manufaktur dan perhiasan atas pasokan bahan baku emas di Tanah Air. Ia mengatakan hal tersebut dapat diwujudkan melalui optimalisasi potensi bank emas atau bullion bank.

"Pemerintah tentu terus berupaya untuk meningkatkan nilai tambah berbagai hasil tambang kita. Salah satu langkah strategis pemerintah adalah pembentukan bank emas atau bullion bank yang berperan dalam memperkuat industri emas domestik sekaligus memperkaya sistem keuangan nasional," katanya di Jakarta, belum lama ini.

Baca Juga: Menakar Untung Rugi Bullion Bank

Heru menegaskan, kehadiran bullion bank akan menekan angka impor emas untuk kebutuhan industri di dalam negeri. Hal itu karena simpanan emas di bullion bank akan diperlakukan sama dengan simpanan uang di lembaga perbankan. Artinya, bullion bank bisa mengelola simpanan emas milik nasabah untuk disalurkan kepada pelaku industri manufaktur atau perhiasan yang membutuhkan emas sebagai bahan baku produksi.

Perlu diketahui, McKinsey (2023) merilis hasil riset yang melaporkan bahwa peredaran emas di masyarakat Indonesia mencapai 1.800 ton. Selain itu, cadangan emas nasional diperkirakan mencapai 2.600 metrik ton. Dengan jumlah tersebut, Indonesia menempati peringkat keenam sebagai negara dengan cadangan emas terbesar di dunia setelah Australia (12.000 MT), Rusia (11.100 MT), Afrika Selatan (5.000 MT), Amerika Serikat (3.000 MT), dan China (3.000 MT).

"Kami berharap bank emas dapat memberikan manfaat luas bagi pelaku industri dan masyarakat dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional," harapnya.

Meningkatkan Nilai Tambah

Kehadiran bank emas tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasokan bahan baku, tetapi juga berperan dalam mendorong hilirisasi pada sektor pertambangan mineral nasional.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Nasrullah, mengatakan bahwa ekosistem bullion bank di Indonesia mencakup rantai yang sangat luas mulai dari sektor hulu hingga hilir meliputi pertambangan, pemurnian, manufaktur, grosir atau pengecer, hingga konsumen ritel.

Sektor pertambangan yang terdiri atas perusahaan tambang akan menyalurkan emas ke sektor pemurnian untuk dilakukan proses penyulingan. Selanjutnya, emas murni hasil penyulingan dikirimkan ke sektor manufaktur sebagai bahan baku produksi. Produk turunan emas berupa perhiasan atau emas batangan yang telah diproses di sektor manufaktur kemudian disalurkan ke sektor grosir untuk didistribusikan dan dijual ke pelanggan.

Sayangnya, saat ini hilirisasi di sektor mineral nasional belum optimal karena emas hasil tambang lebih banyak diekspor dalam bentuk bijih emas. Hal itu karena Indonesia memiliki keterbatasan di sektor pemurnian atau smelter sehingga proses penyulingan harus dilakukan di luar negeri.

"Kita ketahui misi bapak presiden itu jangan sampai emas-emas hasil tambang di Indonesia lari ke luar negeri. Nanti emas tersebut tidak balik lagi, kalaupun kembali lagi nilainya sudah naik berkali-kali lipat," ujar Ahmad.

Ahmad Nasrullah menjelaskan, bank emas di Indonesia bisa mengambil peran untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor pertambangan dan pemurnian guna mendorong kehadiran perusahaan di sektor tersebut sekaligus mewujudkan hilirisasi dengan optimal. Ia menambahkan, ada beberapa kegiatan usaha bank emas di Indonesia mulai dari simpanan emas, pembiayaan emas, perdagangan emas, penitipan emas, dan kegiatan usaha lainnya.

"Bank emas diharapkan dapat mengoptimalkan emas yang beredar di masyarakat melalui sistem bullion yang berperan sebagai intermediary atas pelaku industri dan manufaktur sehingga mampu menciptakan nilai tambah bagi perekonomian nasional," paparnya.

Pandangan Ahmad Nasrullah tersebut selaras dengan hasil riset McKinsey (2023) yang menyebutkan bahwa pendirian bullion bank berpotensi untuk mewujudkan hilirisasi mineral sekaligus memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional.

Mengoptimalkan Peran Bullion Bank

Direktur Utama PT Pegadaian (Persero), Damar Latri Setiawan, memahami pihaknya memiliki tanggung jawab besar untuk mengoptimalkan peran strategis bullion bank dalam mewujudkan hilirisasi mineral di Tanah Air. Sebagai bank emas pertama di Indonesia, Pegadaian akan berupaya keras mendorong industri mineral nasional untuk menghasilkan produk emas bernilai tambah seperti gold bar dan jewellery.

"Dengan adanya layanan bank emas, Pegadaian berkontribusi untuk dapat mendorong hilirisasi sehingga emas mentah yang selama ini diekspor ke negara lain dapat diolah secara domestik. Apabila kita mengekspor produk emas bernilai tambah maka akan meningkatkan devisa negara," katanya.

Damar menambahkan, bank emas memiliki peran positif dalam mendukung masyarakat untuk berinvestasi emas. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pegadaian telah menyiapkan beberapa tahapan. Pada tahap pertama, Pegadaian menghadirkan empat produk utama, yakni deposito emas, pinjaman modal kerja emas, perdagangan emas, dan titipan emas korporasi. Masing-masing produk tersebut ditujukan bagi segmen nasabah yang berbeda.

Sebagai contoh, produk pinjaman modal kerja emas merupakan layanan pembiayaan dalam bentuk emas yang digunakan sebagai bahan baku produksi. Layanan ini diperuntukkan bagi produsen atau manufaktur emas, distributor, serta toko maupun pedagang emas dan perhiasan.

Pegadaian memiliki komitmen kuat untuk terus berinovasi dalam menghadirkan berbagai layanan keuangan bagi nasabah. Di antara beragam layanan yang ditawarkan, Tabungan Emas menjadi salah satu produk yang memperoleh perhatian terbesar dari masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan upaya Pegadaian mengEMASkan Indonesia melalui beragam layanan investasi emas yang dikemas dalam inisiatif bertajuk #mengEMASkanIndonesia.

"Tahap pertama ada empat produk: deposito, pembiayaan modal kerja, trading bullion fisik, dan titipan emas. Nanti di tahap selanjutnya akan hadir produk-produk turunan lain yang bisa bermanfaat untuk ekosistem emas nasional," pungkasnya.