Indonesia memiliki tantangan untuk meningkatkan inklusivitas bank emas di Tanah Air, terutama dalam hal memperluas akses layanan ke seluruh lapisan masyarakat.
Bank emas atau bullion bank hadir di Tanah Air di tengah masih rendahnya tingkat konsumsi emas per kapita nasional. Berdasarkan data World Gold Council (2024), konsumsi emas per kapita masyarakat Indonesia tercatat hanya sebesar 0,2 gram per tahun.
Capaian tersebut masih tertinggal jauh apabila dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Sebagai perbandingan, tingkat konsumsi emas per kapita di Vietnam mencapai 0,4 gram; di Thailand sebesar 0,5 gram; sedangkan Singapura berada di posisi tertinggi dengan 2,3 gram per tahun.
Padahal, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara produsen emas terbesar di dunia. Ironisnya, Singapura yang menempati peringkat teratas di kawasan Asia Tenggara dalam hal konsumsi emas per kapita justru tidak memiliki sumber daya alam, khususnya cadangan emas maupun logam mulia.
Kondisi tersebut menempatkan Indonesia ke dalam kategori negara produksi tinggi, konsumsi rendah bersama dengan Uzbekistan, Ghana, dan Brasil. Adapun, negara yang masuk ke dalam kategori produksi tinggi, konsumsi tinggi seperti Rusia, Australia, Amerika Serikat, China, dan Kanada.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nur Hidayah, mendorong agar bank emas menjadi lembaga keuangan yang bersifat inklusif. Ia menambahkan, bank emas harus menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan lintas kelas sosial.
Peningkatan inklusivitas bank emas diprediksi akan mendorong pertumbuhan konsumsi emas di Indonesia. Hal ini menjadi krusial mengingat komoditas tersebut memiliki beragam manfaat positif secara ekonomi. Kemudahan akses terhadap layanan bank emas akan memberikan dampak positif yang luas bagi masyarakat.
"Emas sebagai aset riil harus bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat. Emas ini memiliki banyak manfaat sebagai instrumen stabilitas dan lindung nilai aset terhadap inflasi," katanya di Jakarta, Rabu (15/10/2025).
Nur Hidayah mengharapkan, lembaga jasa keuangan mampu merancang bank emas dengan struktur biaya efisien, dukungan akses digital, serta fitur likuiditas yang cepat sehingga menjadi lebih inklusif. Ia juga mendorong pengembangan produk tabungan emas dengan gramasi rendah serta harga terjangkau bagi konsumen kalangan menengah ke bawah.
"Inklusivitas sejati bank emas tercapai apabila bisa menjadi pintu masuk bagi masyarakat ekonomi rendah ke dalam sistem bullion bank dan bukan hanya menjadi instrumen investasi bagi kalangan elit," ujarnya.
Ia menegaskan, layanan bank emas idealnya tak hanya menyasar kelompok menengah atas tetapi juga menjangkau masyarakat dengan berbagai latar belakang sosial dan ekonomi. Dengan demikian, seluruh masyarakat dapat memiliki kesempatan untuk menabung dan berinvestasi emas sebagai upaya perlindungan aset dan peningkatan kesejahteraan.
"Bank emas ini memiliki potensi besar dalam menjangkau kelompok yang selama ini masuk kategori unbankable termasuk perempuan dan pelaku usaha mikro," tegasnya.
Inovasi Produk
Strategi lain yang bisa dilakukan agar bank emas bisa memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat berpenghasilan rendah adalah dengan menghadirkan produk tabungan dalam bentuk perhiasan. Saat ini bank emas di Indonesia masih terbatas pada penerimaan tabungan dalam bentuk koin dan batangan. Padahal, di beberapa negara seperti Turki dan India sudah bisa menerima tabungan emas dalam bentuk perhiasan.
Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ahmad Nasrullah, mengakui bahwa pada tahap awal implementasinya, bank emas di Indonesia baru dapat menerima emas dalam bentuk batangan atau koin yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) maupun standar internasional.
Kendati demikian, Ahmad Nasrullah tidak menutup kemungkinan bahwa pada masa mendatang bank emas di Indonesia akan mampu menerima tabungan dalam bentuk perhiasan seperti cincin, gelang, dan kalung.
"Mungkin ke depan masyarakat bisa menaruh perhiasan dalam bentuk simpanan di bank emas. Tentu saja tetap sesuai dengan standar," katanya.
Inovasi produk agar bank emas bisa menjadi lebih inklusif juga dilakukan oleh lembaga jasa keuangan (LJK). PT Pegadaian (Persero) meluncurkan aplikasi digital bernama Tring! by Pegadaian pada Rabu 8 Oktober 2025 lalu guna mendorong inklusivitas layanan bullion di Tanah Air.
Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan, mengatakan peluncuran aplikasi Tring! by Pegadaian merupakan salah satu inovasi strategis perseroan guna memperluas akses layanan bank emas kepada masyarakat. Ia meyakini, kehadiran aplikasi digital akan mempermudah masyarakat dalam mengakses layanan bank emas secara lebih cepat, praktis, dan terjangkau.
Peluncuran aplikasi digital Tring! by Pegadaian tersebut juga merupakan wujud komitmen Pegadaian dalam upaya mengEMASkan Indonesia melalui inisiatif bertajuk #mengEMASkanIndonesia.
"Kami yakin bahwa melalui aplikasi digital maka minat masyarakat terhadap berbagai layanan Pegadaian akan semakin meningkat. Aplikasi ini menghadirkan kemudahan dan kecepatan bagi masyarakat untuk mengakses layanan kami," kata Damar.
Pegadaian tentu perlu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimiliki guna mengatasi berbagai hambatan yang dihadapi oleh masyarakat berpenghasilan rendah dalam mengakses layanan bullion di Indonesia.
Kepala Divisi Bisnis Bullion Pegadaian, Kadek Eva Suputra, mengatakan bahwa Pegadaian bisa mengoptimalkan jejaring infrastruktur perseroan guna menjangkau masyarakat di daerah. Ia menjelaskan, Pegadaian memiliki total 4.083 gerai serta lebih dari 250.000 agen yang tersebar di seluruh wilayah Tanah Air.
"Secara infrastruktur kami sudah sangat siap melayani bullion services di Indonesia," pungkasnya.