Pembelaan Pihak Hary Tanoe

Menanggapi gugatan yang dilayangkan pihak Jusuf Hamka, PT MNC Asia Holding Tbk atau MNC Group menjelaskan bahwa perannya saat itu hanyalah sebatas broker atau perantara sehingga sejak 12 Mei 1999, perusahaan tidak lagi memiliki keterlibatan. Pada 12 Mei 1999, CMNP mendapatkan NCD yang diterbitkan oleh PT Unibank Tbk dengan total nilai US$28 juta.

"Bahwa setelah transaksi terjadi, segala bentuk korespondensi dilakukan secara langsung oleh CMNP dengan Unibank, termasuk dan tidak terbatas pada konfirmasi dari akuntan publik, konfirmasi pencatatan NCD dalam laporan keuangan Unibank dan CMNP, serta berbagai bentuk konfirmasi lainnya yang pada prinsipnya menyatakan bahwa NCD diterbitkan secara sah oleh Unibank," jelas Direktur Legal MNC Asia Holding, Chris Taufik, melansir CNBC Indonesia.

Baca Juga: Kisah Hidup Jusuf Kalla, Mulai dari Pebisnis hingga Politikus Tanah Air

Namun, pada 29 Oktober 2001, sekitar tujuh bulan sebelum jatuh tempo, Unibank mengalami likuidasi dan gagal membayar NCD kepada CMNP. MNC Group menilai gugatan ini tidak tepat sasaran karena pihak yang bermasalah dalam transaksi tersebut adalah Unibank, bukan MNC Group.

Hal serupa juga ditegaskan oleh Kuasa hukum PT MNC Asia Holding, yakni Hotman Paris Hutapea. Dia menegaskan, pihak yang menerima uang dari pembayaran penerbitan surat berharga adalah Unibank, bukan Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo alias Hary Tanoe. "Intinya, Unibank sudah terima uang, bukan Hary Tanoe yang terima uang," ujarnya di Jakarta, Selasa (11/3/2025).

Menurutnya, Unibank telah menerima uang sebesar US$17,4 juta dari penerbitan zero coupon bond untuk CMNP. Sementara itu, total yang harus dibayar Unibank dalam jangka waktu tiga tahun pada 1999-2002 kepada CMNP adalah sebesar US$28. Namun, akibat krisis moneter, Unibank harus ditutup pada 2001 sehingga CMNP tidak bisa mencairkan sertifikat deposito yang bernilai US$28 juta.

"Pertanyaannya adalah, kalau bank menerima tabungan, yaitu yang 17,4 juta dolar sudah dikirimkan oleh Unibank, kemudian pada saat jatuh tempo, dia tidak bisa mencairkan. Yang salah siapa? Tentu bukan brokernya, (tapi) arranger-nya. Waktu itu kan arranger-nya adalah Bakti Investama Tbk, hanya terima komisi. Ya tidak? Jadi waktu itu 100% masuk Unibank," kata Hotman.

Dia menuturkan, CMNP sempat menggugat Unibank hingga Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ke pengadilan. Namun, upaya tersebut terhenti pada tahap peninjauan kembali (PK).

"Kalau sekarang dituduh pemalsuan, pemalsuannya di mana? Lagi pula, sebelum deposit tersebut, yang melakukan hubungan hukum untuk klarifikasi, pengecekan semua dokumennya, langsung Unibank dengan CMNP. Bahkan, tiap tahun auditor dari CMNP, yaitu Prasetyo Utomo, meminta laporan dari Unibank tentang status sertifikat deposito ini, dikatakan semuanya sah," imbuhnya.