“Saya Yakin Pak Mochtar Itu Sebenarnya Menyukai Saya”

Meski mengaku kerap merasa canggung berada di tengah keluarga besar Mochtar Riady, Tahir tak menampik bahwa ia sangat-sangat mengagumi sosok sang mertua. Ia pun tak segan menyebut Mochtar Riady sebagai orang yang sangat berpengaruh dalam perkembangan hidupnya.

“Pak Mochtar adalah sumber dari sekolah kehidupan saya yang tidak dapat dipungkiri. Tidak ada hubungannya dengan harta. Dia memberikan pendidikan yang luar biasa dalam hidup saya. Dia juga telah memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan kepribadian saya sendiri,” papar Tahir.

Lebih lanjut, Tahir pun menceritakan lebih gamblang soal kekagumannya kepada sang mertua. Menurutnya, Mochtar Riady setiap harinya selalu berbicara dengan fasih, metodis, konseptual, berani dan cemerlang.

Tak terkecuali di rumah juga, ia selalu berpakaian seolah-olah sedang bertemu dengan orang yang sangat penting. Kata-katanya pun selalu dipersiapkan sangat baik, seolah-olah ia sedang menyampaikan pidato resmi.

Dari situlah Tahir pun makin menyadari bahwa mertuanya itu adalah seorang pengusaha multi-kapasitas. Saat ia hendak berbicara di depan forum pun, seorang Mochtar Riady tak pernah sekalipun meminta orang lain untuk menyiapkan teks pidatonya.

Mochtar Riady, kata Tahir, selalu berbicara murni dari hatinya dan pikirannya sendiri. Kalimat yang terlontar dari mulutnya pun sangat terformulasi dengan baik dan disampaikan dengan baik pula.

“Beliau selalu tampil memukau di berbagai seminar bisnis, berbicara di berbagai universitas bahkan sekelas Harvard sekalipun, juga kerap diundang ke forum ekonomi kelas dunia. Dia sangat disegani dan memiliki reputasi yang sangat baik. Dia benar-benar orang yang luar biasa,” tutur Tahir.

Tahir juga mengatakan, selain menjadi pebisnis andal, Mochtar Riady juga adalah seorang filsuf yang luar biasa. Kemampuannya dalam berfilsafat bisnis melampaui keterampilannya menyusun strategi.

Menurutnya pula, mertuanya itu bukanlah seorang ahli strategi atau eksekutor yang tak terkalahkan. Dunia, lanjut Tahir, akan mengetahui bahwa Lippo Group berhasil berkembang pesat berkat ide-ide cemerlang dari iparnya, yakni James dan Stephen Riady. Meski begitu, kata Tahir, Mochtar Riady-lah yang meletakkan fondasi untuk kesuksesan ini.

“Ia menjadi landasan kokoh dan sempurna bagi putra-putranya yang brilian itu untuk berkarya. Bersama-sama, ayah dan anak-anaknya itu membentuk tim yang solid yang berhasil membangun bisnis besar,” ujar Tahir.

Gak cuma mahir dalam bisnis, Mochtar Riady, kata Tahir juga adalah seorang politikus yang ulung. Mochtar Riady, lanjut Tahir, selalu dengan cerdas menyusun, mengatur, dan mengarahkan semua yang ia lakukan dan katakana untuk mencapai tujuan tertentu.

Terlepas dari itu, Tahir pun merasa, mertuanya itu sebenarnya sangat menyukai dirinya. Namun, ia juga sangat yakin bahwa mertuanya itu tak ingin reputasi Tahir melampaui reputasi anak-anak laki-lakinya itu.

“Sebenarnya, saya yakin Pak Mochtar itu menyukai saya. Tapi sepertinya, saya gak boleh lebih baik dari Andrew, James, dan Stephen. Oleh karena itu, saya harus tahu posisi saya. Itulah intinya. Hal itu terlihat jelas dari cara Pak Mochtar bersikap, menjawab pertanyaan saya, dan melakukan percakapan. Ia dengan jelas menekankan bahwa keluarganya (laki-laki) adalah yang lebih unggul,” papar Tahir.

Baca Juga: Momen Dato Sri Tahir Bergabung ke Keluarga Besar Riady

‘Garis Batas’ Antara Tahir dengan Ipar-iparnya

Seiring waktu, dalam kegiatan bisnisnya, Tahir pun akhirnya lebih mengenal karakter anak-anak Mochtar Riady. Tahir masih merasakan ada garis batas yang jelas, yang memisahkan dirinya dengan ipar-iparnya itu.

Kata Tahir, orang lain mungkin berpikir bahwa dia dan ipar-iparnya itu adalah tim yang solid dan harmonis, yang kerap menghabiskan banyak waktu yang berharga untuk mendiskusikan ide-ide bisnis yang cemerlang.

Namun, faktanya tak seperti itu. Hubungan Tahir dengan ipar-iparnya itu bersifat formal, bahkan seperti hubungan antara orang-orang yang tidak saling mengenal.

“Beberapa kali misalnya saya menelepon James, tapi dia tak pernah mengingatnya. Bagi saya, berarti panggilan itu gak penting bagi dia dan dianggap tidak layak untuk diperhatikan,” ujar Tahir.

“Lalu, suatu waktu saya pernah membuat janji bisnis dengan Stephen di Hong Kong, untuk memperkenalkannya dengan rekan bisnis saya. Dia datang 1 jam kemudian dan dengan singkat berkata di depan rekan bisnis saya itu, “Saya hanya punya waktu 10 menit untuk Anda.” Jujur, itu membuat saya malu,” sambung Tahir.

Tahir mengaku, ia tak bermaksud mengeluh atau protes akan sikap ipar-iparnya itu. Untuk beberapa saat, kata dia, hal itu hanya membuatnya bertanya-tanya apa artinya saya dalam keluarga ini.

Namun yang pasti, Tahir merasa, ia tak pernah merasakan rasa persaudaraan dengan anak laki-laki Mochtar Riady itu. Telebih, kasus terburuk adalah dalam hal konteks bisnis.

Baca Juga: Kekaguman Dato Sri Tahir pada Sosok Mochtar Riady