Di balik kisah suksesnya sebagai Founder Ciputra Group, Ir. Ciputra, menyimpan perjalanan batin yang sarat makna tentang seni, yang sudah tumbuh sejak masa kecilnya.
Dalam buku biografinya yang bertajuk Ciputra: The Entrepreneur, The Passion of My Life karya Alberthiene Endah, Ciputra pun menceritakan saat dirinya menghabiskan waktu kampung halamannya, Papaya, Bumbulan, Gorontalo.
Dia bilang, kala itu hidupnya sederhana. Namun, di antara keseharian itu, ada momen-momen yang terasa ‘mewah’ baginya,yakni ketika ia bersentuhan dengan seni.
“Di belakang rumah, kakak saya, Ako, sering membuat perahu kayu. Saya duduk di pasir putih, ditemani debur ombak, memandangnya berkarya. Ia membuat perahu dengan penuh passion. Diserutnya kayu hingga halus, dibentuknya lengkungan dinding perahu yang artistik, lalu dihiasi gambar dan tulisan menarik. Setiap inci perahu itu memancarkan jiwanya,” kenang Ciputra,sebagaimana dikutip Olenka, Rabu (13/8/2025).
Bagi Ciputra, perahu buatan sang kakak bukan sekadar benda, melainkan karya seni yang menyimpan getaran rasa pembuatnya. Dari situlah, ia pertama kali belajar mengapresiasi keindahan.
“Getaran seni Ako bisa saya tangkap dan menjadi nilai istimewa pada perahu karyanya. Itulah pertama kalinya saya bisa mengapresiasi karya seni,” takas Ciputra.
Seiring waktu, ketertarikan Ciputra pada seni semakin berkembang. Ia mulai memperhatikan bentuk-bentuk rumah di kampung, di Gorontalo, maupun Manado, membedakan mana yang sekadar berdiri dan mana yang memiliki cita rasa artistik.
Pengalaman itu berlanjut ketika ia kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Persahabatannya dengan Ismail Sofyan, yang notabene merupakan seorang pelukis, dan keberadaan jurusan seni rupa yang satu gedung dengan arsitektur, memperkaya nalurinya.
“Saya mencintai seni tanpa sadar. Setiap kali melihat sesuatu yang indah, mata saya akan memandang tanpa berkedip, dan hati saya bisa dibuat haru,” ujarnya.
Ketika menapaki dunia profesional sebagai arsitek, konsultan, hingga pengembang, seni menjadi bagian tak terpisahkan dari cara berpikirnya.
“Walau saya fokus pada fungsi, efisiensi, dan kekuatan suatu bangunan, separuh hati saya selalu bertanya, apakah ini memiliki seni?” kata Ciputra.
Baca Juga: Pelajaran Kepemimpinan ala Ciputra: Bukan Hanya Membangun Kota, tapi juga Membangun Manusia