Pertemuan yang Berujung Air Mata

Seni telah mempertemukan Ciputra dengan banyak orang hebat, salah satunya adalah maestro lukis Indonesia, Hendra Gunawan. Hubungan mereka tidak terlalu akrab dalam kehidupan pribadi, namun terikat erat dalam bahasa yang sama, yaitu bahasa seni.

“Hendra Gunawan menjadi sahabat saya, walau kami tidak terlampau sering bertemu. Kami tidak tahu banyak tentang kehidupan masing-masing. Seni yang mempertemukan kami, dan kami hanya berbicara tentang makna goresan kuasnya,” kenang Ciputra.

Namun, kata Ciputra, tiba-tiba kabar mengejutkan datang. Hendra ditangkap dan dipenjara karena urusan politik yang tak sepenuhnya dipahami Ciputra. Beberapa waktu kemudian ia dibebaskan, kembali aktif melukis, dan pindah menetap di Bali.

Tahun 1983, tak lama setelah Ciputra pindah ke rumah barunya di Pondok Indah, sebuah dorongan tak terjelaskan membuatnya ingin ke Bali.

“Entahlah, saat itu yang ada dalam pikiran saya hanyalah saya ingin bertemu dengannya! Padahal biasanya saya tidak pernah mendatangi orang tanpa perjanjian,” papar Ciputra.

Sesampainya di Bali, Ciputra pun lantas mencari alamat Hendra melalui sekretarisnya. Begitu alamat didapat, ia langsung menuju rumah sang maestro.

Rumah itu kecil, sederhana, dan baru dibangun. Ia disambut oleh Nuraini, istri Hendra. Sambutan hangat itu segera berubah menjadi momen memilukan ketika Ciputra melihat kondisi sahabatnya.

Di bale-bale sederhana, Hendra Gunawan terbaring lemas, setengah tak sadarkan diri.

“Saya tercenung. Sahabat yang biasanya bercakap-cakap lincah dengan saya itu tak bisa lagi bangkit karena sakitnya.

Sungguh menyedihkan. Seniman berbakat seperti dirinya tak bisa berobat layak,terang Ciputra.

Ciputra pun kemudian bertanya di mana Hendra menyimpan lukisan-lukisannya. Dan saat itu, jawaban Nuraini membuatnya tertegun. Menurut Nuraini, 30 karya Hendra dijadikan jaminan di Bank BNI46 untuk pinjaman sebesar Rp15 juta yang digunakan untuk membangun rumah.

“Saya terpekur. Sedih sekali. Tidak ada satu pun lukisan yang tersisa di rumah. Saya bilang pada Nuraini bahwa saya akan meminjamkan Rp15 juta agar mereka bisa menebus kembali 30 lukisan itu. Kelak, lukisan itu bisa mereka jual untuk biaya hidup dan mengembalikan uang saya,” cerita Ciputra.

Nuraini, dengan mata berkaca-kaca, langsung membisikkan kabar itu ke telinga suaminya.

“Pak Ciputra mau membantu kita. Kita bisa menebus kembali lukisan-lukisanmu,” kata Nuraini ke Hendra Gunawan saat itu.

Namun, kata Ciputra, saat itu Hendra pun sudah tak sadarkan diri.

“Saya benar-benar tersayat melihatnya. Baru kali itu saya ingin menangis di hadapan orang lain. Karena kesedihan yang hebat,” ucap Ciputra lirih.

Baca Juga: Kisah Tarumanagara City dan Filosofi Ciputra dalam Membangun Yayasan