"Kondisi ini membuat Bank Indonesia merespons dengan menaikkan tingkat BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25% pada akhir April lalu. Respons ini cukup tepat sebagai langkah pre-emptive dan forward looking. Dampaknya ke bond market, belum akan terlihat rally dalam jangka pendek karena pasar masih dipenuhi ketidakpastian dan fear. Setidaknya, hingga Juli setelah data-data ekonomi AS menunjukkan sedikit pelemahan, di saat itulah, pasar obligasi kita akan menunjukkan kinerja positif yang lebih konsisten. Secara garis besar kami menilai koreksi di pasar obligasi global bukan hanya terpengaruh oleh data-data ekonomi AS, melainkan lebih kepada fear yang berkembang dari kesalahan ekspektasi dovish pasar pada akhir tahun lalu," ujar Emil.

Bahana TCW mengapresiasi langkah BI sudah tepat dan lebih realistis dibanding optimistis. Keputusan BI yang menaikkan BI Rate adalah sebuah skema off-cycle rate hike atau kenaikan suku bunga di luar siklusnya. Pasar akan lebih mengapresiasi langkah-langkah yang realistis dibanding yang optimistis.

Baca Juga: Indonesia Resmi Terima Roadmap Jadi Anggota OECD

Ibarat sedang sakit, kenaikan suku bunga BI adalah sebuah obat yang memang dibutuhkan. "Sepanjang kuartal II, jika BI masih konsisten bersikap hawkish, peluang penguatan SBN relatif terbatas. Ekspektasi kami, SBN baru akan menguat secara konsisten pada paruh kedua tahun ini. Jika stabilitas pasar obligasi global membaik dan tekanan pada rupiah berkurang, bukan tidak mungkin BI akan memiliki ruang untuk tetap melakukan pemotongan suku bunga menjelang akhir tahun. Kami berharap BI tetap konsisten dalam menjaga stabilitas dan menjaga kepercayaan investor untuk saat ini," tutup Emil.