Bank Indonesia (BI) mengamini bahwa pertumbuhan kredit perbankan tak begitu ekspansif pada tahun 2025. BI mencatat, kinerja kredit perbankan hanya tumbuh 7,74% (yoy) per November 2025. Adapun sepanjang tahun ini, BI memproyeksikan pertumbuhan kredit berada di kisaran 8%-11% yoy.

Proyeksi tersebut tak sebesar pertumbuhan kredit perbankan pada tahun 2024 yang mencapai dua digit. Secara tahunan, kredit perbankan tahun lalu mampu tumbuh di kisaran 10,39% hingga 10,93%. Sejumlah faktor turut memengaruhi kinerja kredit sepanjang tahun ini.

Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Solikin M Juhro, mengungkapkan bahwa salah satu faktor yang membuat kredit tumbuh melambat ialah dari aspek permintaan. Meski likuiditas dan insentif pembiayaan dari bank sentral memadai, tegad Solikin, hal itu tak berbanding lurus dengan permintaan baik dari korporasi maupun rumah tangga.

"BI sudah memberi banyak insentif kepada perbankan untuk mendorong pembiayaan, tapi kalau itu tidak diserap oleh demand, ya sama saja," ungkap Solikin dalam Taklimat Media Bank Indonesia di Jakarta, Senin (22/12/2025).

Baca Juga: Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$423,9 Miliar per Oktober 2025

Solikin menambahkan, saat ini korporasi masih cenderung wait and see dalam mengambil keputusan pembiayaan. Alih-alih melakukan penarikan kredit, korporasi lebih memilih untuk menggunaan dana internal untuk pembiayaan. Hal itu tercermin dari tingginya fasilitas kredit yang belum ditarik (undisbursed loans), yakni mencapai Rp2.509,4 triliun per November 2025.

Hal yang sama juga tercermin pada permintaan kredit rumah tangga yang dalam hal ini dipengaruhi oleh ekspektasi masyarakat terhadap pendapatan yang belum cukup kuat ke depan.

"Jadi mereka (rumah tangga) juga akhirnya mengerem (pengambilan kredit)," tambahnya.

Tak hanya dari aspek demand, lanjut Solikin, kinerja kredit perbankan juga tertahan oleh aspek biaya dana perbankan. Ia menyoroti soal persaingan pendanaan di pasar yang membuat bank-bank masih harus mengandalkan suku bunga khusus (special rate) kepada deposan. Hal itu akan berdampak pada biaya penghimpunan dana perbankan yang meninggi.