Selain itu, Tobatenun juga memperkenalkan konsep creative weaving, di mana para artisan didorong untuk menciptakan motif mereka sendiri. Awalnya, banyak yang merasa ragu karena terbiasa menenun pola-pola tradisional. Namun, setelah diberikan kebebasan berkreasi, mereka mulai melihat proses ini seperti melukis di atas kain.

Hasilnya, sebanyak 13 motif baru telah diciptakan melalui program creative weaving. Menariknya, motif-motif ini mendapat respons positif dari pasar, bahkan banyak diminati oleh konsumen di Jakarta yang bukan berasal dari suku Batak. 

“Kita kasih kebebasan, ternyata demand-nya cukup tinggi di Jakarta yang kebanyakan bukan orang Batak juga yang pada suka. Nah, ini satu program yang berhasil dan kita sudah berhasil menciptakan 13 motif, dan bikin motif itu susah sekali. Jadi, artisan ini pada jago matematika, rata-rata,” akunya. 

Perjalanan Kreatif Tobatenun

Toba Tenun menghadirkan berbagai koleksi kain dan benang dengan pendekatan yang beragam. Salah satunya adalah mission product, yang berfokus pada revitalisasi tenun tradisional dengan riset jangka panjang. 

Meski permintaannya di pasar tidak terlalu tinggi, produk ini tetap dibuat dengan tujuan utama untuk melestarikan warisan budaya. Selain itu, ada juga produk komersial yang lebih wearable, seperti kain tenun dan kain shibori, termasuk dua koleksi terbaru yang telah diluncurkan, salah satunya di CF3 baru-baru ini.

Selain produk tenun, Toba Tenun juga mengembangkan lini upcycle dan workshop, sebagai bagian dari upaya pengelolaan limbah kain. Sejauh ini, sekitar 61 kg sisa kain telah diolah kembali menjadi berbagai produk kreatif, seperti kap lampu, tas, dan karya seni. Salah satu hasil upcycle yang menarik adalah lukisan berbahan dasar kain tenun, yang bahkan telah dipajang di badan pesawat AirAsia.

“Kita juga mengadakan workshop untuk menggunakan leftover fabric. Kalau mau lihat lebih banyak lagi tentang hasil kerajinan tenun Batak dan hasil upaya kami, toba tenun bisa dilihat, kebetulan ini berdekatan, kita di Mega Kuningan, kami yang di Jakarta ada di Sopodel, di lantai satunya, mungkin bisa mampir di ground floor, kemudian ada di Alun-Alun, ada di Lakon, dan juga ada di Sarinah,” kata Kerri.

Baca Juga: Pesona Batik Indonesia Tembus Pasar Dunia Bersama Teknologi E-commerce, Seperti Apa?

Kehadiran Tobatenun di Jakarta

Di Jakarta, Tobatenun berperan sebagai garda depan dalam pemasaran dan pengenalan produk kepada konsumen. Prosesnya dimulai dari kain tenun yang kemudian dikembangkan menjadi berbagai produk dengan nilai tambah, seperti pakaian siap pakai yang lebih wearable dan komersial. 

Selain itu, tenun Batak juga dikreasikan menjadi home decor, aksesori, dan produk lainnya agar lebih luas penggunaannya.

Dalam proses produksi, tentu ada sisa kain atau leftover fabric. Mengingat pembuatan tenun melibatkan proses panjang dan banyak tenaga kerja, setiap kain memiliki nilai yang tinggi, sehingga sayang jika terbuang begitu saja. Oleh karena itu, Toba Tenun juga mengolah sisa kain ini agar tetap bermanfaat.

“Karena kita tahu prosesnya itu cukup panjang dan melibatkan begitu banyaknya manusia, jadi sayang banget kalau misalnya ada yang terbuang. Nah dari sinilah kita, kita mengolah fabric questest juga, enggak cuma fabric questest kadang ada juga nih dari hasil pelatihan kainnya itu defect, namanya pelatihan yang namanya orang baru-baru mulai belajar dari benang yang ini kan benang yang pewarna alam, kadang motifnya itu berantakan gitu. Nah jadinya itu pun kita olah lagi,” paparnya.

Membangun ekosistem yang berkelanjutan adalah upaya kolaboratif. Tidak hanya dari sisi pelaku usaha, tetapi juga dukungan masyarakat yang memahami cerita di balik setiap produk, serta peran pemerintah dalam menciptakan ekosistem industri kreatif yang lebih berkelanjutan. 

“Semoga cerita ini bisa menginspirasi untuk teman-teman semua yang mungkin ada yang tertarik untuk mencoba melakukan usaha dari hal-hal yang kecil untuk membuka satu usaha yang sustainable,” tukas Kerri.