Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, mengungkap bahwa PT KCIC akan mengembangkan bisnis di luar penjualan tiket kereta cepat. Salah satunya adalah pengembangan bisnis di sejumlah stasiun KA cepat.
“Sebagai contoh untuk Halim sendiri, ke depannya tidak hanya stasiun saja. Kalau kita lihat, masih ada area cukup luas nah ini yang nantinya akan kita kerja samakan dengan pengembang agar dapat tercipta salah satu area business development di sana. Bisa ada perkantoran, perhotelan, ataupun juga shopping center,” ujar Eva kepada BBC News Indonesia.
“Nah ini yang juga akan jadi faktor terkait kalau kita bicara BEP (Break Even Point, balik modal). Jadi tidak hanya bicara dari harga tarif saja, tapi kita juga akan mengembangkan dari sektor lain dan sisi lainnya. PT KCIC sendiri menargetkan akan mencapai BEP setelah 50 tahun,” tutur Eva.
Namun, beda halnya dengan Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, yang mengungkapkan bahwa Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun untuk balik modal.
Mengutip dari laman Infobanknews, dalam simulasi optimal, tanpa membayar bunga pinjaman dan menjalankan operasional, Faisal memperkirakan pengembalian modal senilai Rp114,4 triliun akan memakan waktu 48,3 tahun.
Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Menghemat Bahan Bakar Rp3,2 T per Tahun
Simulasi ini menggunakan kapasitas tempat duduk terisi 100%, 36 perjalanan per hari, dengan tarif Rp300 ribu, dan kurs Rp14.300. Namun, saat ini kurs dolar AS sudah mencapai Rp15.700.
Faisal menjelaskan bahwa dengan tempat duduk terisi 75%, dibutuhkan waktu 64 tahun untuk balik modal. Jika hanya ada 30 perjalanan per hari, butuh waktu 77,3 tahun. Jika tarif diturunkan menjadi Rp250 ribu, waktu balik modal menjadi 92,7 tahun. Dengan kurs Rp15.700, waktu balik modal adalah 94 tahun.
Dalam simulasi lain dengan okupansi 100%, 39 perjalanan per hari, dan harga tiket Rp400 ribu, proyek KCJB diperkirakan balik modal dalam 33 tahun. Jika tempat duduk terisi 50%, waktu balik modal menjadi 139 tahun.
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh memang menghadapi berbagai tantangan keuangan dan permasalahan lainnya. Namun, sebagai investasi infrastruktur, proyek ini memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia.
Adapun aspek nilai tambah yang bisa dihasilkan dari keberlangsungan proyek ini di antaranya seperti meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat, meningkatkan sektor pariwisata dan bisnis, mengurangi kemacetan dan emisi, hingga menciptakan lapangan pekerjaan.
Menukil dari laman Antara, KA Cepat Whoosh diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di masa depan.
Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, menyatakan bahwa teknologi dan infrastruktur kereta yang canggih sangat penting untuk mendukung operasi KA Cepat Whoosh yang cerdas, aman, dan nyaman.
Keberhasilan Indonesia dalam mengoperasikan jaringan kereta cepat pertama di Asia Tenggara bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan ini maupun di Asia secara umum.
"Perpaduan implementasi antara solusi teknologi yang sudah mapan dan solusi operasional milik Huawei dan CRSC yang digunakan pada KA Cepat Whoosh dapat menjadi rujukan dan acuan dalam pembangunan infrastruktur kereta cepat lainnya di Indonesia dan proyek serupa di negara-negara lain di kawasan ASEAN," ujar Dwiyana.
Meskipun imbal balik modal dan manfaat ekonomi ini mungkin tidak langsung terlihat dalam jangka pendek, investasi infrastruktur seperti kereta cepat Whoosh ini diharapkan akan memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan dan kesejahteraan Indonesia di masa depan.
"Yang palingg penting rakyat dilayani dengan baik, rakyat dilayani dengan cepat. Karena fungsi transportasi massal itu di situ, bukan untung rugi," imbuh Presiden Jokowi saat menanggapi tudingan investasi kereta cepat tak akan balik modal sampai kiamat.