Moda transportasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Whoosh, sudah beroperasi sejak 2 Oktober 2023 lalu. Sepuluh bulan beroperasi, Presiden Joko Widodo memberikan evaluasi terhadap operasional kereta cepat garapan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) ini. Salah satunya perihal tren jumlah penumpang yang belum mencapai target.

Mengutip dari berbagai sumber, penumpang kereta cepat Whoosh saat ini mencapai 24.000 orang per hari. Sementara itu, target yang dipatok adalah 29.000 penumpang setiap harinya. Melihat kondisi tersebut, Presiden Jokowi memberikan titah untuk memaksimalkan frekuensi perjalanan agar jumlah penumpang akan meningkat.

“Jadi frekuensi kita tambah. Harapannya penumpangnya juga makin banyak,” ujar Wakil Menteri BUMN, Kartika Wrijoatmodjo alias Tiko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2024).

Baca Juga: Target Penumpang Kereta Cepat Jakarta-Bandung Belum Optimal, Jokowi Panggil Wamen BUMN

Tiko mengungkapkan, pihaknya akan menambah frekuensi operasional moda transportasi menjadi 62 perjalan dalam sehari. Sebelumnya, kereta cepat Jakarta-Bandung ini hanya melakukan 48 jam perjalanan dalam sehari.

Sejak awal pembangunan hingga beroperasi, Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh ini memang tak pernah luput dari masalah. Di awal pembangunan, Whoosh sempat mengalami kendala biaya, di mana awalnya pembangunan Whoosh disebut tidak akan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).

Menukil dari laman CNN Indonesia, Presiden Jokowi sempat menekankan bila pembangunan Whoosh akan menggunakan dana anggota konsorsium dan pinjaman dari China. Namun kenyataannya, suntikan dana negara pun diberikan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada KAI untuk keberlangsungan proyek pembangunan Whoosh melalui Perpres Nomor 93 Tahun 2021.

Tak sampai di situ, pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh ini juga mengalami pembengkakan biaya. Berdasarkan perhitungan dan review BPKB pada 9 Maret 2022, pembengkakan biaya mencapai US$1,17 miliar atau Rp17,64 triliun. Dalam review BPKB pada 15 September 2022, pembengkakan biaya kemudian naik US$273,03 juta menjadi US$1,449 miliar atau Rp21,74 triliun. 

Setelah resmi beroperasi, masalah lain pun baru terungkap. Di mana, WIKA yang menjadi menjadi bagian dari konsorsium BUMN Indonesia di PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) ikut mengalami kerugian imbas proyek kereta cepat ini.

Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito, mengungkapkan bahwa tingginya beban bunga dan lainnya menjadi penyebab besar kerugian WIKA sepanjang 2023 yang mencapai angka Rp7,12 Triliun.

Sekadar informasi, proyek kereta cepat ini menelan biaya investasi senilai US$7,2 miliar (Rp110,16 triliun). Jumah tersebut sudah termasuk pembengkakan biaya seniali US$1,2 miliar (Rp18,36 triliun).

Pada awalnya, biaya transportasi proyek kereta cepat Whoosh diproyeksi sebesar US$6 miliar atau sekira Rp91.8 triliun. Perlu diketahui, pemerintah Jepang sempat menawarkan biaya investasi proyek kereta cepat sebesar US$6,2 miliar atau Rp94,86 triliun.

Dengan segala permasalahan yang muncul dan evaluasi jumlah penumpang yang belum mencapai target setelah hampir satu tahun beroperasi, kapankah Kereta Cepat Whoosh balik modal?

Baca Juga: Kisah Ignasius Jonan Berantas Aksi Premanisme di Stasiun Kereta Api

Menyadur dari laman BBC News Indonesia, dengan target penumpang yang semula dipatok 30.000 orang per hari, diperkirakan proyek ini akan balik modal dalam kurun waktu paling cepat 40 tahun.

Berdasarkan harga tiket yang paling banyak tersedia yakni Premium Economy Class/Kelas 2 dengan harga tiket Rp250.000, dan asumsi target penumpang per hari tercapai, paling cepat proyek ini akan balik modal setelah 40 tahun.

Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, mengungkap bahwa PT KCIC akan mengembangkan bisnis di luar penjualan tiket kereta cepat. Salah satunya adalah pengembangan bisnis di sejumlah stasiun KA cepat.

“Sebagai contoh untuk Halim sendiri, ke depannya tidak hanya stasiun saja. Kalau kita lihat, masih ada area cukup luas nah ini yang nantinya akan kita kerja samakan dengan pengembang agar dapat tercipta salah satu area business development di sana. Bisa ada perkantoran, perhotelan, ataupun juga shopping center,” ujar Eva kepada BBC News Indonesia.

“Nah ini yang juga akan jadi faktor terkait kalau kita bicara BEP (Break Even Point, balik modal). Jadi tidak hanya bicara dari harga tarif saja, tapi kita juga akan mengembangkan dari sektor lain dan sisi lainnya. PT KCIC sendiri menargetkan akan mencapai BEP setelah 50 tahun,” tutur Eva.

Namun, beda halnya dengan Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, yang mengungkapkan bahwa Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) membutuhkan waktu lebih dari 100 tahun untuk balik modal.

Mengutip dari laman Infobanknews, dalam simulasi optimal, tanpa membayar bunga pinjaman dan menjalankan operasional, Faisal memperkirakan pengembalian modal senilai Rp114,4 triliun akan memakan waktu 48,3 tahun.

Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Menghemat Bahan Bakar Rp3,2 T per Tahun

Simulasi ini menggunakan kapasitas tempat duduk terisi 100%, 36 perjalanan per hari, dengan tarif Rp300 ribu, dan kurs Rp14.300. Namun, saat ini kurs dolar AS sudah mencapai Rp15.700.

Faisal menjelaskan bahwa dengan tempat duduk terisi 75%, dibutuhkan waktu 64 tahun untuk balik modal. Jika hanya ada 30 perjalanan per hari, butuh waktu 77,3 tahun. Jika tarif diturunkan menjadi Rp250 ribu, waktu balik modal menjadi 92,7 tahun. Dengan kurs Rp15.700, waktu balik modal adalah 94 tahun.

Dalam simulasi lain dengan okupansi 100%, 39 perjalanan per hari, dan harga tiket Rp400 ribu, proyek KCJB diperkirakan balik modal dalam 33 tahun. Jika tempat duduk terisi 50%, waktu balik modal menjadi 139 tahun.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Whoosh memang menghadapi berbagai tantangan keuangan dan permasalahan lainnya. Namun, sebagai investasi infrastruktur, proyek ini memiliki potensi besar untuk memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia.

Adapun aspek nilai tambah yang bisa dihasilkan dari keberlangsungan proyek ini di antaranya seperti meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat, meningkatkan sektor pariwisata dan bisnis, mengurangi kemacetan dan emisi, hingga menciptakan lapangan pekerjaan.

Menukil dari laman AntaraKA Cepat Whoosh diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di masa depan.

Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, menyatakan bahwa teknologi dan infrastruktur kereta yang canggih sangat penting untuk mendukung operasi KA Cepat Whoosh yang cerdas, aman, dan nyaman.

Keberhasilan Indonesia dalam mengoperasikan jaringan kereta cepat pertama di Asia Tenggara bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain di kawasan ini maupun di Asia secara umum.

"Perpaduan implementasi antara solusi teknologi yang sudah mapan dan solusi operasional milik Huawei dan CRSC yang digunakan pada KA Cepat Whoosh dapat menjadi rujukan dan acuan dalam pembangunan infrastruktur kereta cepat lainnya di Indonesia dan proyek serupa di negara-negara lain di kawasan ASEAN," ujar Dwiyana.

Meskipun imbal balik modal dan manfaat ekonomi ini mungkin tidak langsung terlihat dalam jangka pendek, investasi infrastruktur seperti kereta cepat Whoosh ini diharapkan akan memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan dan kesejahteraan Indonesia di masa depan.

"Yang palingg penting rakyat dilayani dengan baik, rakyat dilayani dengan cepat. Karena fungsi transportasi massal itu di situ, bukan untung rugi," imbuh Presiden Jokowi saat menanggapi tudingan investasi kereta cepat tak akan balik modal sampai kiamat.