Sudah banyak pengusaha sukses dunia yang bergerak di bidang amal untuk membangun dunia menjadi lebih baik melalui usahanya dengan menjadi filantropis. Namun, di Indonesia sendiri masih dibilang belum banyak.
Dato Sri Tahir adalah salah satu orang terkaya di Indonesia dan dikenal memiliki hati yang dermawan. Ia adalah pendiri Mayapada Group, yang merupakan holding company yang memiliki beberapa unit bidang usaha seperti perbankan, TV berbayar, media cetak, property, sampai rumah sakit (RS).
Perjalanan Tahir mendirikan lini bisnis Mayapada ini pun tertuang dalam buku karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice. Dalam buku biografinya itu, Tahir pun menceritakan awal mula dirinya mendirikan RS Mayapada atau Mayapada Hospital.
Meski gagal menjadi dokter, Tahir tetap memelihara keinginannya dengan membangun rumah sakit Mayapada yang berlokasi di Tangerang dan Jakarta Selatan. Melalui rumah sakit ini, Tahir memudahkan akses pelayanan kesehatan bagi anak dan orang tidak mampu.
Lantas, apa alasan Dato Sri Tahir mendirikan RS Mayapada atau Mayapada Hospital? Berikut Olenka ulas selengkapnya.
Termotivasi Masa Kecil yang Kelam
Dikatakan Tahir, jauh sebelum menjadi pengusaha kaya raya seperti sekarang ini, pria yang terlahir atas nama Ang Tjoen Ming ini pernah bermimpi menjadi dokter. Namun, ia berubah pikiran.
Menurutnya, pengalaman yang ia lalui selama ini mengajarkan bahwa target terindah dalam hidup sebenarnya adalah sesuatu yang tidak dibentuk oleh prestasi fisik apa pun. Tahir bilang, target ini tidak mudah dicapai, tetapi sangat mulia, yaitu menjadikan dirinya sebagai penyalur anugerah kehidupan bagi sesama.
“Artinya, saya menjadi orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, masyarakat, publik, negara, dan dunia. Menjadi menteri, presiden, dokter, direktur, atau CEO hanyalah sarana untuk mencapai tujuan hidup yang sangat mulia. Tuhan menciptakan kita untuk berbuat baik bagi seluruh dunia,” papar Tahir.
Ia mengatakan, untuk dapat melakukannya, maka ia pun harus mampu membentuk diri menjadi “pemberi" yang tulus.
“Saya pun selalu terdorong untuk membantu sesama dan selalu bersemangat untuk berbuat baik. Itulah misi yang Tuhan percayakan kepada kita melalui profesi kita masing-masing,” ujar Tahir.
Meski perkataannya seperti seorang pendeta, kata Tahir, namun kata dia itulah perasaan luar biasa yang dirinya nikmati saat ini. Tahir mengaku, ia telah mencapai titik dalam hidup ketika pencapaian tidak lagi berarti serangkaian angka dan material berharga. Lebih dari itu, ia pun mencapai kepuasan saat orang lain bisa terbantu olehnya.
“Pencapaian itu bukan sekedar angka, bukan jugai berbentuk aset berwujud seperti gedung pencakar langit dan material berharga. Tetapi kepuasan karena mengetahui bahwa ada orang lain yang hidupnya menjadi lebih baik melalui apa yang saya lakukan. Itulah cikal bakal konsep saya setiap kali memulai bisnis baru,” jelas Tahir.
Tahir mengaku, sebenarnya tidak terlalu sulit bagi dirinya untuk menjalankan dua jalur sekaligus, yakni bisnis dan kemanusiaan. Alasannya, ia sendiri termotivasi dari masa kecilnya dahulu.
“Masa kecil memotivasi saya dalam mencari setiap kesempatan untuk melakukan perbuatan baik dalam berbisnis. Bagi saya ini adalah "proyek” yang luar biasa,” tukas Tahir.
Baca Juga: Alasan Dato Sri Tahir Tak Terjun ke Bisnis Pertambangan
Sejarah Pendirian Mayapada Hospital
Menyoal sejarah pendirian Mayapada Hospital sendiri, diakui Tahir ide itu muncul karena dirinya merasa dekat dengan berbagai tujuan untuk membantu orang sakit.
Menurutnya, sepanjang tahun 90-an, dirinya sering mengunjungi rumah sakit di Jakarta dan berbagai kota lain di Indonesia serta Singapura untuk membantu orang sakit yang tidak mampu membayar biaya pengobatan.
“Saya sendiri yang berada di sana atau staf yang mewakili saya. Saya tidak mengenal sebagian besar orang tersebut sebelumnya. Saya datang setelah mendapat informasi tentang mereka yang sakit parah dan tidak mampu membayar biaya pengobatan di rumah sakit. Mereka mengingatkan saya pada diri saya dan masa kecil saya,” tutur Tahir.
Dikatakan Tahir, sakit adalah mimpi buruk bagi ia dan keluarganya. Betapa tidak, sebelum sukses seperti sekarang, Tahir dan keluarganya kerap kepentok biaya yang sangat besar jika hendak berobat. Karenanya, ia paham betul beban dan penderitaan orang sakit yang tidak memiliki uang untuk berobat.
“Uang menjadi masalah nyata bagi kami. Saya paham dengan beban dan penderitaan orang sakit yang tidak memiliki uang untuk berobat. Akhirnya muncullah ide untuk mendirikan rumah sakit,” beber Tahir.
“Kebetulan ada teman saya yang berniat menjual rumah sakitnya, Rumah Sakit Honoris di Tangerang. Rumah sakitnya tidak terlalu besar. Tanpa pikir panjang, saya langsung melakukan transaksi,” terang Tahir.
Meski tak punya pengetahuan tentang mengelola rumah sakit, namun Tahir mengaku paham betul bahwa manajemen rumah sakit itu hakikatnya adalah semangat untuk melayani.
Ia mengaku hanya punya mimpi untuk mengoperasikan sebuah rumah sakit di Indonesia dengan kualitas berstandar internasional. Dengan rumah sakit seperti ini, kata dia, masyarakat tidak perlu lagi pergi ke Singapura atau negara lain untuk mendapatkan layanan kesehatan.
“Saya paham aturan mainnya, meskipun saya kurang paham tentang detail operasionalnya. Saya yakin bisa belajar detail teknis dan manajerial karena saya paham persyaratan pokok rumah sakit. Saya hanya ingin di rumah sakitnya nanti, kualitas dokter, paramedis, layanan kesehatan, dan fasilitas harus setara rumah sakit besar di Singapura, yang menjadi tujuan utama banyak warga Indonesia untuk berobat,” ujarnya.
Tak berlama-lama, kala itu Tahir pun mulai mendekati National University Hospital (NUH) di Singapura untuk bermitra. Ia ingin melibatkan mereka dalam persiapan rumah sakit mulai dari pengorganisasian awal, perancangan sistem manajemen, hingga penyediaan fasilitas.
Tahir sendiri mengaku sebenarnya tidak terlalu optimis National University Hospital akan bersedia membantunya. Namun, ia tetap gigih dan berulang kali mengunjungi NUH untuk pertemuan bisnis yang panjang.
“Di luar dugaan saya, mereka akhirnya menerima tawaran saya. Saya kenal beberapa orang dari NUH dengan cukup baik. Saya katakan kepada mereka bahwa tidak semua orang Indonesia yang pergi ke Singapura untuk berobat punya cukup uang ke Singapura. Tujuan saya adalah membantu mereka mengurangi anggaran secara signifikan dengan memangkas biaya yang harus mereka bayar untuk tiket pesawat, akomodasi, dll,” beberanya.
Tahir sendiri tak menyangka pihak NUH bahkan bersedia mengirimkan beberapa dokter terbaik mereka ke rumah sakitnya. Namun, ternyata peraturan di Indonesia tidak memperbolehkan mereka melakukannya. Sebagai gantinya, Tahir pun mengirim dokter ke Singapura untuk dilatih di sana.
“Jadi, saya mengganti nama rumah sakit dari Rumah Sakit Honoris menjadi Rumah Sakit Mayapada. Saya mulai mewujudkan impian besar saya, untuk mentransfer perawatan kesehatan berkualitas Singapura ke Indonesia. Saya menghabiskan waktu yang cukup lama untuk mencoba memahami metodologi penyediaan layanan berkualitas tinggi dalam kinerja bisnis rumah sakit,” bebernya.
Dijelaskan Tahir, menjalankan sebuah rumah sakit harus dioperasikan berdasarkan model manajemen bisnis agar dapat bertahan, tumbuh, dan mampu memberikan kinerja layanan yang bermutu. Dengan pondasi dan model manajemen yang kokoh sebagai sebuah institusi bisnis, maka kinerja harian sebuah rumah sakit dapat dioperasikan berdasarkan asas kemanusiaan.
Dikatakannya juga, para dokter, paramedis, dan tim kerja di lini pelayanan harus mampu menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati demi kemanusiaan. Mereka membutuhkan tempat yang memungkinkan mereka untuk memberikan pelayanan terbaik. Di saat yang sama, kata dia, manajemen dan lini bisnis juga bergerak di bidangnya untuk memastikan Mayapada Hospital berjalan dengan baik.
Karena itu menurutnya sangat mustahil sebuah rumah sakit dapat menunjukkan kualitas dan kinerja yang prima jika hanya menjalankan manajemen yang berlandaskan kemanusiaan. Itu sama sekali tidak mungkin.
“Rumah sakit yang baik membutuhkan biaya untuk dapat memiliki berbagai fasilitas dan peralatan kesehatan yang modern, memiliki tim dokter yang baik dengan keahlian yang dapat diandalkan, serta menyediakan bangsal dan fasilitas yang memadai bagi pasien. Dalam hal ini, kemanusiaan saja tidak dapat menjamin kualitas,” sambungnya.
Ia pun lantas memaparkan bahwa tantangan mengelola rumah sakit ini adalah bagaimana menggabungkan keduanya, yaitu badan usaha yang solid dan pelayanan yang berlandaskan kemanusiaan.
“Itulah yang dimiliki Mayapada Hospital saat ini. Apakah dengan memiliki rumah sakit sendiri berarti saya memiliki kebebasan untuk memberikan pelayanan dan dukungan gratis kepada masyarakat yang membutuhkan? Hal ini tentu akan membahayakan sistem pengelolaan bisnis rumah sakit,” tutur dia.
Sebagai solusinya, lanjut Tahir, ia pun akhirnya mendorong Tahir Foundation yang telah berdiri sebelumnya untuk bekerja lebih keras. Menurutnya, yayasan ini memberikan kontribusi terhadap pembiayaan yang dibutuhkan untuk pengobatan gratis bagi pasien yang membutuhkan.