Konglomerat pendiri Bank Mayapada, Dato Sri Tahir, mengisahkan bahwa saat dirinya masih menjadi pengusaha kecil, tak ada seorang pun yang peduli dengannya. Begitu pula saat dirinya mengalami pasang surut dalam memperjuangkan bisnisnya kala itu.

“Saat saya berjuang melewati terang dan gelap, orang-orang hanya melihat saya sebagai menantu Mochtar Riady yang membangun usahanya dengan kacau,” tutur Tahir, dikutip Olenka dari buku biografinya sendiri karya Alberthiene Endah yang bertajuk Living Sacrifice, Jumat (28/3/2025).

Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan bisnisnya di tahun 2000-an, dimana bank Mayapada berkembang dengan sangat baik, kata Tahir, barulah orang-orang sekitarnya meliriknya, menaruh perhatian, serta penasaran terhadapnya.

“Kebanyakan dari mereka mempertanyakan apa yang dilakukan saya hingga bisa mencapai kesuksesan secepat itu,” ujar Tahir.

Tak hanya itu, lanjut dia, berbagai asumsi pun mulai beredar di kalangan orang-orang skeptis yang sulit mempercayai perjuangannya untuk meraih kesuksesan. Dikatakan Tahir, orang-orang tersebut kerap berasumsi bahwa kesuksesan yang diraihnya tak lepas dari faktor ‘tersembunyi’ atau figur kuat di belakang yang mendukungnya.

“Bahkan ada yang berasumsi apakah saya menerima semacam sumbangan dari negara tertentu berdasarkan semacam perjanjian rahasia. Mereka menduga mungkin saya juga dihujani fasilitas dan modal dari mertua saya yang sukses,” terang Tahir.

Tahir mengaku kecewa lantaran orang-orang di sekitarnya tersebut mulai mengerumuni dirinya ketika media memasukkan namanya dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Dikeluhkannya, orang-orang tersebut juga tidak melihat dirinya Ketika masih kecil dan jadi anak seorang pemilik becak yang miskin.

“Mereka juga tidak melihat perjuangan saya kala menjadi pedagang tradisional kecil. Justru mereka mulai penasaran dengan saya Ketika media massa memberitakan sumbangan Rp 1 triliun dari saya untuk Yayasan Kemanusiaan yang dikelola Bill Gates,” papar Tahir.

“Padahal saya telah menghabiskan puluhan tahun hidup saya dengan penuh keringat, air mata, hinaan, dan serangan. Bagian hidup saya itu tidak diketahui publik,” lanjut Tahir.

Baca Juga: Dato Sri Tahir: Saya Hidup dan Mati di Tanah Air Saya, Indonesia