Tuai Kritikan
Meski ambisius, program ini menuai kritik. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menilai distribusi smart TV dilakukan tanpa kajian memadai.
“Sekolah di daerah banyak yang belum punya sarana pendukung, sementara sekolah elite yang turut dapat bantuan sebenarnya sudah memiliki fasilitas itu. Ini menyebabkan pemanfaatan hanya sesaat dan tidak optimal,” kata Koordinator JPPI, Ubaid Matraji, Jumat (12/9/2025), dikutip dari Tempo.
Senada, Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Jakarta, Nunun Nurholifah, menyebut sekolahnya tak begitu membutuhkan perangkat ini. “Setiap kelas sudah dilengkapi proyektor. Jadi sebenarnya kalau guru mau nayangin video itu sudah ada,” ujarnya.
Kritik lain muncul terkait mekanisme pengadaan. LKPP menunjuk langsung perusahaan elektronik Hisense setelah menyingkirkan pesaingnya, Acer, yang menawarkan harga lebih tinggi.
Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta, mengatakan pengadaan mengacu pada Keppres Nomor 46 Tahun 2025.
“Program prioritas pemerintah itu bisa tunjuk langsung, ya,” ujarnya, dikutip dari Tempo.
Smart TV berukuran 75 inci dengan sistem Android 13 itu dibeli seharga Rp 26 juta per unit, lengkap dengan ongkos kirim, garansi, dan asuransi. Total anggaran yang disiapkan pemerintah mencapai Rp 7,9 triliun.
Sejumlah pengamat menyoroti potensi penyalahgunaan anggaran. Koordinator Badan Pekerja ICW, Wana Alamsyah, menyebut metode pengadaan tanpa tender rawan penyelewengan.
“Hal tersebut membuka ruang penyelewengan jika tanpa mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat,” katanya.
Senada, Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri, mengingatkan agar kasus Chromebook tidak terulang.
“Jangan sampai ada Chromebook jilid dua,” tegasnya.
Baca Juga: 'Tanpa Guru Berkualitas, Pendidikan Hanya di Atas Kertas'
Respons Pemerintah
Terkait wacana program pengadaan smart TV tersebut, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan bahwa sekolah berhak menolak distribusi jika merasa tidak membutuhkan.
“Kalau misalnya sekolah tidak bersedia dan karena kekeliruan dari distributor, maka bisa minta dikembalikan atau minta kami ambil,” kata Mu’ti, Kamis (11/9/2025).
Ia pun menjelaskan distribusi dilakukan melalui formulir persetujuan.
“Kalau ada yang mengatakan sekolah tidak meminta kok dikasih, itu mungkin ada kekeliruan dari yang mengirim,” imbuhnya.
Di sisi lain, pemerintah melalui Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen, Gogot Suharwoto, menegaskan program ini adalah langkah membangun ekosistem digital classroom.
“Kami berkomitmen melaksanakan instruksi Presiden dan merealisasikan program ini sebaik-baiknya,” tandasnya.
Gogot juga bilang, penyaluran bantuan itu bukan lantas pemerintah mengabaikan pembangunan sekolah dan kesejahteraan guru.
"Pembangunan fisik infrastruktur tetap jalan, begitu pula komitmen pemerintah meningkatkan kesejahteraan dan kualitas guru," kata dia.
Selain itu, Gogot membantah penyaluran smart TV tidak tepat sasaran. Ia mengatakan pihaknya terlebih dahulu melakukan verifikasi kesiapan sarana dan prasarana di sekolah sasaran berdasarkan data portal Pendidikan. Menurut dia, sekolah mana pun selama mereka menyatakan siap menerima smart TV maka akan dikirim.
“Selama sekolah menyatakan siap menerima dan memenuhi kriteria di atas maka sekolah tersebut akan menjadi sasaran penerima program digitalisasi pembelajaran,” pungkas Gogot.
Baca Juga: Presiden Prabowo Subianto Apresiasi Batik Sawit Smart Batik