Pendidik sekaligus pengusaha ternama, Gita Wirjawan mencetus ide yang tak biasa untuk mengerek kualitas tenaga pendidik di Tanah Air. Dia mengatakan kualitas guru dapat digenjot lewat optimalisasi anggaran pendidikan.
Dimana kata Gita, mayoritas anggaran pendidikan itu dialokasikan untuk gaji para guru, dia bahkan mengusul supaya tenaga pendidik diupah hingga Rp40 juta sebulan untuk merangsang minat masyarakat agar mau menjadi pengajar.
“Dan eksperimen ide untuk menggaji guru Rp40 juta, kalau kita nggak bisa melewati tes litmus seperti itu, kita nggak bisa menunjukkan keterbukaan yang sangat struktural, diperlukan untuk kita bisa maju. Tapi problemnya, ini adalah politik anggaran,” kata Gita dilansir Olenka.id Jumat (19/12/2025).
Gita sadar betul, masalah kompetensi guru di Indonesia bukan sekadar persoalan gaji yang tak layak, masih ada sederet masalah lain yang memengaruhi kualitas tenaga pendidik di Indonesia.
Seperti yang disebutkan di atas, masalah pertama adalah soal anggaran pendidikan yang dinilai masih sangat kurang untuk menciptakan guru-guru kompeten.
Menurut Gita pemerintah Indonesia acap kali menggelontorkan anggaran besar untuk hal-hal yang tidak perlu, padahal anggaran itu bisa dialokasikan ke pendidikan. Bagi Gita pemerintah masih kerap salah mengalokasikan anggaran pendidikan.
“Mayoritas dari Rp700 triliun itu didesentralisasi ke pemimpin di 500 titik atau lebih dari 500 titik di level kabupaten, wali kota, dan provinsi. Seringkali, pemimpin daerah itu tidak bisa membedakan apa yang harus jadi OPEX ataupun apa yang menjadi CAPEX. OPEX itu adalah Operational Expenditure. CAPEX itu adalah Capital Expenditure,” ujarnya.
“Sehingga mungkin saja terjadi misallocation of resource. Ini yang mungkin bisa dibilang salah parkirnya penggelontoran anggaran pendidikan,” tambahnya.
Kendati demikian, Gita mengaku optimis, bahwa di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ini, masalah anggaran pendidikan bakal lebih diperhatikan, sebab masalah pendidikan menjadi salah satu program prioritas pemerintah.
“Saya masih optimis bahwasannya pemerintahan yang sekarang ini syukur-syukur ada keterbukaan untuk memastikan bahwa mungkin proses penggelontoran itu tidak terlalu sentralistis. Tentunya dengan catatan bahwa sentralisasi atau resentralisasi penggelontoran itu dieksekusi dengan kebijaksanaan yang diinginkan,” ucapnya.
Masalah kedua yang membuat kualitas guru di Indonesia jalan di tempat bahkan cenderung anjlok adalah soal birokrasi perekrutan tenaga pendidik.
Bagi Gita prosedur menyeleksi tenaga guru yang diterapkan sampai sekarang ini masih kurang pas, sebab proses seleksi tidak dilakukan Kementerian Pendidikan melainkan oleh Kementerian PAN-RB.
“Kementerian Pendidikan itu hanya menerima hasil jadinya. Dia nggak bisa ngedrive atau menentukan kriteria apa dan proses penyeleksian guru,” ujarnya.
Baca Juga: Ketika Jusuf Kalla Berbicara Cara Menempah Diri Menjadi Pemimpin Andal
Gita berharap proses perekrutan tenaga pendidik ke depannya diserahkan kepada kementerian yang mengurusi guru, yang mana mereka jelas lebih tahu dan paham soal kriteria guru kompeten.
“Pengrekrutan guru itu bulat harus dengan kriteria yang luar biasa dan itu harus didrive oleh supir semestinya, yaitu Kementerian Pendidikan,” pungkasnya.