“Mereka tersenyum lebar seolah-olah mereka takut aku tak bisa melihat keramahan mereka. Mereka membuatku tertawa dalam hatiku. Di mana senyum mereka saat aku masih menjadi anak miskin?” tutur Tahir.
Setelah menjadi sukses, Tahir mendapat perlakuan baik, khususnya di lingkungan bisnis. Ia menyadari, cukup banyak pihak yang berusaha untuk bisa bertemu dengannya, mulai dari rekan bisnis hingga orang-orang yang sama sekali belum dikenal. Sekretarisnya pun terus-menerus menyampaikan permintaan audiensi, hampir tanpa henti.
Bukan tanpa alasan. Sebagai seorang bankir dengan aset yang cukup besar, Tahir menjadi sosok yang dicari. Dalam banyak kasus, orang-orang datang dengan satu tujuan, potensi pinjaman. Namun ironisnya, mereka yang datang membawa harapan, seringkali justru kesulitan menyampaikan maksud mereka dengan cara yang baik dan tulus.
Tahir pun merenung. Apakah semua perlakuan baik ini membuatnya bangga? Tidak serta-merta. Baginya, inilah hukum dunia. Ketika seseorang dibutuhkan, mereka akan diperlakukan dengan baik. Namun ketika tidak lagi dianggap penting, perhatian itu bisa menghilang begitu saja, bahkan ada kemungkinan disingkirkan.
Baca Juga: Kupas Tuntas Rahasia Sukses Sederhana Bos Mayapada Dato Sri Tahir
“Hukum dunia sangat kejam. Oleh karena itu, saya tidak merasa senang atau bangga karena dicari banyak orang. Keadaan ini merupakan akibat dari kondisi tertentu yang saya alami. Saya tidak boleh terbuai dengan cara dunia memperlakukan saya hanya karena mereka hanya fokus pada kesuksesan bisnis yang saya raih dan aset yang saya miliki yang terus bertambah,” kata Tahir.
“Saya harus berdiri teguh pada jati diri saya sendiri. Saya adalah Tahir yang sederhana dan saya tidak butuh pujian. Jika saya gagal dalam menjalankan prinsip ini, saya akan mudah lupa diri dan terbuai oleh cara orang-orang memanjakan saya hanya karena kekayaan saya,” tegasnya.
Tahir memang dikenal sebagai salah satu pengusaha yang sederhana dan rendah hati. Ternyata ada alasan di balik sikapnya yang demikian. Di mana, ia tidak ingin terjebak dalam stereotip orang kaya. Ia enggan menjadi orang kaya yang melupakan asal-usulnya.