Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 masih dihantui oleh praktik politik uang yang mencoreng nilai-nilai demokrasi. Praktek politik kotor seperti ini masih sangat rawan terjadi pada gelaran Pilkada kali ini.
Harus diakui, praktik penyimpangan ini bukan sebuah barang baru di Indonesia, hampir di semua hajatan politik, cara-cara tak beradab itu masih saja dilalukan segelintir orang untuk menggalang kekuatan massa.
Praktik politik uang adalah cikal bakal lahirnya masalah baru seperti korupsi, penyelewengan jabatan dan sebagainya.
Baca Juga: Upaya Mitigasi Konflik Kepentingan Lewat Penghentian Distribusi Bansos Jelang Pilkada 2024
Pemimpin yang diorbitkan lewat cara-cara kotor seperti ini jelas hanya akan mementingkan diri sendiri dan golongannya saja, hal pertama yang akan dilakukan adalah putar otak demi mengembalikan modal begitu ia menjabat.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak menampik hal ini, politik uang itu masih menjadi ancaman serius di Pilkada 2024 ini.
"Politik uang saat ini, dari waktu ke waktu, menjadi masalah paling rawan,” kata Ketua Badan Pengawas Pemilu Rahmat Bagja ditulis Olenka.id.Rabu (20/12/2024).
Tim Kampanye Jadi Biang Kerok
Catatan Bawaslu, masalah politik uang dari waktu ke waktu dimulai dari tim kampanye, tentu saja itu atas persetujuan pasangan calon.
Tim kampanye kerap kali bergerilya menyebar uang kepada masyarakat sembari mengajak untuk memilih pasangan tertentu. Praktik seperti ini biasanya menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah yang memang kesulitan ekonomi.
Baca Juga: Eniya Listiani: Kebijakan Energi Prabowo Tekankan Ketahanan Energi dan Energi Berkeadilan
Politik uang biasanya dilakukan jelang hari pencoblosan, saking lazimnya cara-cara politik itu, masyarakat Indonesia menyebutnya sebagai ‘serangan fajar’ merujuk pada aksi bagi-bagi uang beberapa sebelum masyarakat berangkat ke lokasi Tempat Pemungutan Suara.
“Akar masalahnya sering kali dimulai dari tim kampanye," ujar Bagja.