Sosok Garin Nugroho sudah lama identik dengan dedikasi dan kontribusi besarnya bagi industri perfilman Tanah Air. Sutradara kondang ini baru saja kembali menorehkan prestasi dengan meraih Penghargaan Anugerah Lembaga Sensor Film 2025. 

Dalam ajang bergengsi tersebut, Garin Nugroho menerima Lifetime Achievement Award, sebuah penghargaan yang diserahkan oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon hingga disebut-sebut sebagai “guru keliling” bagi generasi muda perfilman Tanah Air.

Garin Nugroho memiliki kiprah panjang dalam kariernya di sinema Indonesia. Selama lebih dari tiga dekade, ia dikenal sebagai sosok yang konsisten menghadirkan karya dengan karakter kuat, menggali isu sosial dan budaya, hingga berhasil membawa sinema Indonesia ke kancah internasional.

Berikut ini telah Olenka rangkum dari berbagai sumber, Senin (10/11/2025), untuk mengenal lebih lanjut sosok dan perjalanan karier Garin Nugroho

Baca Juga: Profil dan Kiprah Perjalanan Karier Sutradara Kondang Hanung Bramantyo

Profil Garin Nugroho

Pemilik nama lengkap Garin Nugroho Riyanto ini lahir di Yogyakarta, 6 Juni 1961 silam. Ia merupakan anak dari pasangan Soetjipto Amin dan Mariah. Ayah Garin Nugroho diketahui pernah berprofesi sebagai Kepala Kantor Pos pada masanya.

Tampaknya, ketertarikan Garin terhadap dunia film sudah tumbuh sejak masa pendidikannya. Hal itu terlihat dari pilihannya untuk menempuh studi di Fakultas Film dan Televisi, jurusan Sinematografi, Institut Kesenian Jakarta (IKJ), yang diselesaikannya pada tahun 1985.

Tak hanya mendalami dunia seni, Garin juga memperluas wawasannya dengan menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Beliau berhasil merampungkannya pada tahun 1991.

Sebagai sutradara kondang, kehidupan pribadi Garin Nugroho juga kerap bikin penasaran. Ia diketahui menikahi Riani Ikaswati dan dikaruniai tiga buah hati di antaranya adalah Kamila Andinisari, Gibran Tragari, Adinda Hanamici. 

Menariknya, sang putri sulung, Kamila Andini, diketahui mengikuti jejak sang ayah di dunia film dan kini dikenal sebagai salah satu sutradara muda berbakat Indonesia.

Perjalanan Karier

Garin Nugroho memulai kariernya sebagai sutradara lewat produksi film dokumenter. Saat itu, ia juga mengawali kariernya sebagai kritikus film.

Nama Garin mulai dikenal publik setelah dipercaya menjadi sutradara film Cinta dalam Sepotong Roti (1990), film panjang pertamanya yang berhasil mendapat penghargaan sebagai Film Terbaik di Festival Film Indonesia 1991. Pada 1992, ia juga berhasil ke panggung film internasional berkat menjadi sutradara dalam film Surat untuk Bidadari

Setelahnya, kariernya terus menanjak hingga mendapat kesempatan menyutradarai sejumlah film panjang ternama lainnya. Mulai dari Bulan Tertusuk Ilalang (1995); Daun di Atas Bantal (1998); Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (2002); Rindu Kami Padamu (2004); hingga Mencari Madonna (2005)

Pada 2006, dalam rangka perayaan 250 tahun Mozart, Garin Nugroho terpilih sebagai salah satu dari enam innovative directors dunia yang mendapat kesempatan membuat film terinspirasi dari karya sang komponis legendaris. Dari proyek inilah lahir film Opera Jawa, yang kemudian menjadi salah satu karya penting dalam perjalanan sinemanya.

Baca Juga: Mengenang Sosok Teguh Karya, Maestro Perfilman Tanah Air dan Pendiri Teater Populer

Di akhir tahun yang sama, Garin juga turut mendirikan Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF), sebuah ajang yang kini menjadi ruang penting bagi perkembangan film Asia dan komunitas sinema independen di Indonesia.

Setelah Opera Jawa, Garin terus melahirkan karya-karya yang menunjukkan konsistensinya dalam mengeksplorasi tema sosial, budaya, dan kemanusiaan. Beberapa film penting yang ia garap di periode berikutnya antara lain:

  • Under The Tree (2008);
  • Generasi Biru (2009);
  • Mata Tertutup (2011);
  • Laut Bercermin (2011);
  • Soegija (2012);
  • Isyarat (2013);
  • Tjokroaminoto: Guru Bangsa (2015);
  • Aach… Aku Jatuh Cinta, Nyai, dan Setan Jawa (2016);
  • Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak dan Moon Cake Story (2017);
  • Sekala Niskala (2018)
  • Kucumbu Tubuh Indahku dan 99 Nama Cinta (2019);
  • Bidadari Mencari Sayap (2020);
  • A Perfect Fit dan Sepeda Presiden (2021);
  • Puisi Cinta yang Membunuh (2022);
  • Samsara (2024);
  • Siapa Dia (2025).

Selain dikenal lewat film-film fiksinya, Garin Nugroho juga produktif menciptakan berbagai karya dokumenter yang merekam realitas sosial, budaya, dan kemanusiaan Indonesia. Sejak Tepuk Tangan (1986) hingga Serambi (2005), ia menyoroti beragam isu mulai dari kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Timur dalam Tanah Tantangan di Nusa Tenggara Timur (1989), hingga refleksi sejarah dan identitas bangsa lewat My Film, My Family, and My Nation (1998) serta Puisi Tak Terkuburkan (2000).

Tak hanya di layar, pemikiran kritis Garin juga tertuang dalam bentuk tulisan. Ia telah menerbitkan sejumlah buku penting seperti Kekuasaan & Hiburan (1995), Membaca Film Garin (2002), Seni Merayu Massa (2005), Krisis dan Paradoks Film Indonesia (2015), hingga Memoar Garin Nugroho: Era Emas Film Indonesia 1998–2019 (2020).