Kiprah Organisasi dan Pendidikan
Dikutip dari Kumparan, di luar kiprahnya di dunia bisnis, Sukamdani Sahid Gitosardjono juga dikenal memiliki perhatian besar pada pendidikan.
Sukamdani meyakini bahwa pendidikan dan bisnis adalah dua hal yang saling menguatkan. Menurutnya, pendidikan mampu melahirkan generasi wirausahawan tangguh yang kelak bisa berkontribusi bagi bangsa.
Salah satu wujud komitmennya adalah mendirikan Pondok Pesantren Modern Sahid di Gunung Menyan, Kabupaten Bogor, yang berdiri di atas lahan seluas 72 hektare.
Melalui pesantren ini, Sukamdani ingin menanamkan etos kerja keras dan semangat keilmuan, agar para santri tidak hanya berbekal ilmu agama, tetapi juga memiliki jiwa kewirausahaan. Ia berharap, lulusan pesantren dapat tumbuh sebagai kader bangsa berbudi luhur yang mampu menghidupi keluarga sekaligus membangun negeri.
Selain pesantren, ia juga mendirikan Universitas Sahid, berbagai Sekolah Tinggi, hingga Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) melalui Yayasan Sahid. Universitas Sahid berdiri di Jakarta dan Surakarta, sementara lembaga pendidikan lainnya mencakup Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Sahid di Jakarta, Surakarta, dan Bintan, serta Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Sahid di Bali.
Dikutip dari laman resmi Yayasan Sahid, Sukamdani bersama istrinya mendirikan Yayasan Kesejahteraan Pendidikan dan Sosial Sahid Jaya, yang menaungi berbagai institusi pendidikan mulai dari Universitas Sahid Jakarta, Universitas Sahid Solo, Politeknik Sahid, SMK Sahid Jakarta, hingga Pondok Pesantren Modern Sahid di Bogor. Visi pendidikannya jelas, yakni mencetak SDM unggul yang berkarakter, religius, dan siap bersaing di bidang pariwisata maupun kewirausahaan.
Di bidang organisasi, Sukamdani dua kali menjabat sebagai Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, serta dipercaya memimpin Kadin ASEAN pada 1987–1988. Ia juga pernah menjadi anggota MPR (1987–1999) dan Wakil Ketua Komisi Ekuin DPA RI (1988–1993).
Dikutip dari Tirto, salah satu kiprahnya yang bersejarah adalah memprakarsai dibukanya kembali hubungan dagang Indonesia–Tiongkok yang sempat terputus sejak 1967.
Penghargaan
Atas kiprah dan dedikasinya, Sukamdani Sahid Gitosardjono menerima pengakuan dari berbagai institusi bergengsi, baik di dalam maupun luar negeri. Ia dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari European University di Antwerpen, Belgia, pada 1986, serta gelar Profesor Kehormatan dari Peking University di Beijing pada 2001.
Dari dunia pendidikan dalam negeri, Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Solo juga menganugerahkan penghargaan Dharma Bhakti Parasamya Nugraha pada 2014, sebagai bentuk apresiasi atas perannya dalam pembangunan lembaga pendidikan dan perintisan UNS.
Dikutip dari Wikipedia, sejak masa mudanya jasa Sukamdani telah diakui melalui sejumlah penghargaan perjuangan kemerdekaan, seperti Satyalancana Peristiwa Perang Kemerdekaan I dan II, Satyalancana Gerakan Operasi Militer, serta Surat Tanda Jasa Pahlawan dalam Perjuangan Gerilya pada 1959. Hal ini menegaskan kiprahnya sebagai bagian dari generasi pejuang yang turut membela Republik.
Pada masa berikutnya, pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan berbagai tanda kehormatan negara atas perannya dalam pembangunan bangsa. Ia menerima Bintang Mahaputera Utama (1993), Bintang Gerilya (1990), serta Bintang Legiun Veteran Republik Indonesia (1992). Selain itu, ia memperoleh Satyalancana Pembangunan, Satyalancana Kebaktian Sosial, dan Satyalancana Penegak, yang menegaskan kontribusinya dalam pembangunan ekonomi dan sosial, terutama dalam membina koperasi, pengusaha kecil, serta industri kerajinan.
Tidak hanya di ranah pembangunan, kontribusinya juga diakui di sektor pariwisata, investasi, dan kewirausahaan. Ia meraih Anugerah Wisata Indonesia dari Menteri Pariwisata pada 1988, Piagam Bhakti Koperasi pada 1995, Piagam Penghargaan Upakarti pada 1996, serta penghargaan tertinggi dari Musyawarah Nasional Kadin Indonesia pada 1988. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) juga memberikan Anugerah Karya Bhakti Utama Wisata pada 1997.
Penghormatan atas dedikasinya melampaui batas negara. Dari Jepang, Sukamdani menerima The Order of The Rising Sun, Gold and Silver Star pada 1993, sementara Republik Rakyat Tiongkok menobatkannya sebagai People’s Friendship Ambassador pada 1994. Penghargaan budaya turut disematkan kepadanya, seperti Piagam dan Bintang Budaya dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawi Surakarta pada 1996, serta gelar kehormatan Kanjeng Raden Haryo (1987) dan Kanjeng Pangeran (2001) dari Keraton Surakarta.
Hingga akhir hayatnya, ia terus mendapat apresiasi, termasuk Syariah Award dari PT Bank Muamalat, Majelis Ulama Indonesia, dan Bank Indonesia pada 2003. Deretan panjang penghargaan ini menjadi bukti nyata bahwa kiprah Sukamdani Sahid Gitosardjono melintasi banyak sektor, mulai dari perjuangan kemerdekaan, dunia usaha, pariwisata, pendidikan, hingga diplomasi persahabatan antarbangsa.
Baca Juga: Mengenang Kwik Kian Gie: Ekonom Kritis dan Berintegritas