Indonesia resmi memasuki babak baru di bidang fiskal setelah Presiden Prabowo Subianto melantik Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan Republik Indonesia pada 8 September 2025 lalu. Pergantian ini menandai berakhirnya era panjang Sri Mulyani Indrawati yang telah lebih dari satu dekade memegang kendali kebijakan fiskal.

Nama Purbaya mungkin terdengar asing bagi publik luas. Namun, di kalangan pelaku pasar dan birokrasi, ia bukanlah sosok baru. Jejak panjangnya di sektor keuangan, baik di institusi riset maupun lembaga negara, serta kedekatannya dengan lingkar inti pemerintahan membuatnya menjadi figur strategis yang kini dipercaya mengatur keuangan negara.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sosok Purbaya, simak informasi berikut ini:

Latar Belakang dan Pendidikan

Purbaya Yudhi Sadewa lahir di Jakarta pada 7 Juli 1964. Ia menempuh pendidikan sarjana di Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung (ITB), salah satu perguruan tinggi teknik terbaik di Indonesia.

Baca Juga: Rekam Jejak Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Pengganti Sri Mulyani

Setelah menyelesaikan studi di tanah air, ia melanjutkan pendidikan ke luar negeri dan meraih gelar Master of Science (MSc) serta Doktor (Ph.D.) di bidang Ilmu Ekonomi dari Purdue University, Indiana, Amerika Serikat.

Latar belakang teknik dan ekonomi yang dimilikinya menjadikan Purbaya unik. Ia dikenal sebagai sosok yang mampu berpikir analitis, berbasis data, sekaligus memahami sisi teknis dan makroekonomi dalam merumuskan kebijakan.

Meniti Karier di Dunia Profesional

Karier awal Purbaya justru tidak langsung berkaitan dengan ekonomi. Pada periode 1989–1994, ia bekerja sebagai Field Engineer di Schlumberger Overseas SA, perusahaan multinasional bidang energi.

Barulah pada 2000 ia mulai dikenal luas sebagai ekonom ketika menjabat Senior Economist di Danareksa Research Institute. Purbaya kemudian menempati berbagai posisi strategis, seperti:

  • Chief Economist Danareksa Research Institute (2005–2013)
  • Direktur Utama PT Danareksa Securities (2006–2008)
  • Anggota Dewan Direksi PT Danareksa (Persero) (2013–2015)

Dalam periode tersebut, ia banyak menghasilkan riset ekonomi yang menjadi rujukan pelaku pasar, sekaligus membangun reputasinya sebagai analis ekonomi yang tajam.

Baca Juga: Resmi Jabat Menkeu, Purbaya Minta Pencerahan Sri Mulyani Soal Pengelolaan Keuangan Negara

Jalan ke Pemerintahan

Karier pemerintahan Purbaya dimulai saat ia ditunjuk sebagai Anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) pada 2010–2014, lembaga penasihat kebijakan ekonomi di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dari sinilah jalan menuju lingkaran kekuasaan terbuka.

Pada 2015, ia masuk Kantor Staf Presiden (KSP) sebagai Deputi III Bidang Pengelolaan Isu Strategis. Meski menjabat singkat, posisinya mempertemukannya dengan Luhut Binsar Pandjaitan, yang kemudian menariknya masuk ke Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) sebagai staf khusus ekonomi (2015–2016).

Kedekatan ini berlanjut ketika ia ditarik ke Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, pertama sebagai staf khusus (2016–2018), lalu naik menjadi Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim dan Energi (2018–2020). Posisi ini menempatkannya dalam lingkar utama kebijakan strategis pemerintahan, terutama di bidang energi dan kedaulatan maritim.

Baca Juga: Jokowi Soal Reshuffle Menkeu: Purbaya dan Sri Mulyani Punya Mazhab Berbeda

Langkah besar berikutnya adalah ketika Purbaya dilantik sebagai Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada September 2020. Di tengah masa pemulihan pasca-pandemi COVID-19, ia berperan penting menjaga stabilitas sistem perbankan Indonesia.

Kiprah di LPS membuatnya kian matang memahami peta perbankan nasional, pengalaman yang sangat relevan ketika ia akhirnya ditunjuk menjadi Menteri Keuangan.

Fenomena “Purbaya Effect”

Begitu dilantik sebagai Menkeu, Purbaya langsung membuat gebrakan dengan kebijakan merelokasi Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia ke bank-bank milik negara. Tujuannya: menambah likuiditas untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor riil.

Kebijakan perdana ini memunculkan istilah baru di kalangan analis, yakni “Purbaya Effect”. Respon pasar saat itu beragam. IHSG sempat turun 1,78% akibat ketidakpastian investor, tetapi rupiah relatif stabil.

Baca Juga: Apa Dampak Kebijakan Menteri Purbaya Guyur Rp200 T ke Perbankan?

Sebagian ekonom menilai langkah tersebut positif karena bisa menekan bunga pinjaman. Namun, sebagian lain mengingatkan risiko inflasi, moral hazard, hingga lemahnya permintaan kredit. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bahwa gaya fiskal Purbaya berbeda jauh dengan Sri Mulyani yang cenderung konservatif.

Kehidupan Pribadi dan Harta Kekayaan

Di balik kesibukan sebagai pejabat publik, Purbaya dikenal cukup tertutup soal kehidupan pribadinya. Ia menikah dengan Ida Yulidina, pemenang ajang Wajah Femina 1989. Pasangan ini dikaruniai dua putra, yakni Yuda Purboyo Sunu dan Yudo Achilles Sadewa. Menariknya, putra keduanya, Yudo, dikenal publik sebagai trader sekaligus kreator konten di media sosial, bahkan sempat dijuluki ayahnya sebagai “si bocah trader”.

Jika membahas mengenai harta kekayaan miliknya, Purbaya tidak memiliki catatan utang. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disampaikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 11 Maret 2025 untuk periode 2024, total harta kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa tercatat sebesar Rp39.210.000.000.

Berikut adalah rincian dari harta kekayaan tersebut:

Tanah dan Bangunan

Total nilai aset tanah dan bangunan milik Purbaya mencapai Rp30.500.000.000. Seluruh aset properti ini berada di Kota Jakarta Selatan dan dilaporkan sebagai hasil sendiri. Rinciannya adalah sebagai berikut:

Tanah dan Bangunan seluas 2.152 m²/400 m² senilai Rp13.000.000.000.

Tanah dan Bangunan seluas 120 m²/100 m² senilai Rp1.500.000.000.

Tanah seluas 1.787 m² senilai Rp16.000.000.000.

Baca Juga: Hari Ini, Menkeu Purbaya Alirkan Dana Rp200 Triliun ke Perbankan RI

Alat Transportasi dan Mesin

Purbaya melaporkan kepemilikan enam unit kendaraan dengan total nilai Rp3.606.000.000. Seluruh kendaraan ini juga dilaporkan sebagai hasil sendiri. Rinciannya adalah:

Mobil Mercedes-Benz Sedan tahun 2008, senilai Rp200.000.000.

Mobil BMW Jeep tahun 2019, senilai Rp1.600.000.000.

Mobil Toyota Alphard Minibus tahun 2019, senilai Rp1.000.000.000.

Mobil Peugeot Jeep New 5008 tahun 2019, senilai Rp730.000.000.

Motor Yamaha XMAX BG6 AT tahun 2018, senilai Rp55.000.000.

Motor Honda Vario 125 tahun 2021, senilai Rp21.000.000.

Aset Lainnya

Harta Bergerak Lainnya: senilai Rp684.000.000.

Kas dan Setara Kas: senilai Rp4.200.000.000.

Surat Berharga: senilai Rp220.000.000.

Tantangan ke Depan

Kini, tantangan besar menanti Purbaya di kursi Menteri Keuangan. Ia harus mengelola fiskal di tengah dinamika global yang sarat ketidakpastian, mulai dari perlambatan ekonomi dunia, risiko geopolitik, hingga kebutuhan pembiayaan pembangunan yang masif.

Rekam jejaknya sebagai ekonom sekaligus teknokrat birokrasi memberi bekal penting. Namun, gaya agresifnya dalam mengambil kebijakan akan terus diuji oleh pasar, parlemen, dan publik. Pertanyaan besarnya, apakah “Purbaya Effect” akan membawa Indonesia menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan stabil, atau justru menimbulkan risiko baru dalam pengelolaan fiskal?