Di balik kesuksesan besar yang tampak megah, selalu ada mimpi yang dijaga, nilai yang dijunjung, dan tekad yang tak pernah padam. Itulah yang diwariskan oleh Ir. Ciputra, pendiri Ciputra Group, seorang visioner yang tak hanya membangun gedung dan kota, tetapi juga membangun peradaban melalui pendidikan dan integritas.

Dalam buku biografinya yang bertajuk Ciputra: The Entrepreneur, The Passion of My Life karya Alberthiene Endah, Ciputra pun menceritakan bahwa selama puluhan tahun, dirinya memberi perhatian besar terhadap perkembangan Yayasan Tarumanagara. Bukan hanya dari sisi fisik, tapi yang lebih mendalam, yakni dari nilai-nilai yang menjadi fondasinya.

“Saya selalu menekankan pada mereka bahwa yayasan adalah yayasan. Tidak boleh ada yang punya saham di sana. Tidak boleh ada korupsi barang serupiah pun. Jika ada kelebihan uang, hendaknya dibelikan tanah karena itu akan menjadi aset yang bernilai,” ungkapCiputra, sebagaimana dikutip Olenka, Jumat (8/8/2025).

Dikatakan Ciputra, nilai kejujuran dan tata kelola yang bersih inilah yang akhirnya menjadi pondasi utama perjalanan Yayasan Tarumanagara. Hasilnya bukan hanya dalam bentuk laporan keuangan yang sehat, tetapi juga capaian nyata, yaitu 138 hektare lahan di Legok, Karawaci, berhasil dimiliki yayasan.

Dibeberkan Ciputra, lahan itu tidak sekadar sebidang tanah. Ia adalah wadah mimpi besar yang akan mewujud menjadi kawasan yang dinamakan Tarumanagara City,sebuah pusat pendidikan dan ekonomi masa depan.

Di atas tanah itu akan dibangun Kampus Tarumanagara, lengkap dengan berbagai fasilitas modern yang mendukung kehidupan dan pengembangan masyarakat. Namun, yang membuat proyek ini istimewa bukan hanya skalanya, tetapi filosofi di baliknya.

“Saya menggagas satu rencana besar. Di atas lahan luas itu, selain kampus, kami akan membangun kompleks komersial, ruko, pertokoan, apartemen, hotel, ruang pertemuan, theme park, dan sebagainya. Sebanyak 50% lahan untuk kampus dan 50% lahan untuk komersial. Semua tidak akan dijual, hanya akan disewakan supaya yayasan tidak kehilangan tanah satu meter persegi pun,” tutur Ciputra.

Dikatakan Ciputra, konsep ini adalah simfoni antara idealisme dan keberlanjutan, yakni pendidikan yang dibiayai secara mandiri oleh denyut ekonomi yang tumbuh berdampingan dengannya.

“Memang sulit, tetapi dengan tekad yang sangat luar biasa, semua bisa terwujud. Jadi, kawasan itu akan memiliki geliat ekonomi yang hidup. Secara otomatis kas yayasan akan terbantu. Kampus bisa berjalan dengan fasilitas baik, sementara keran penghasilan terus menyala,” ujarnya,

Menurutnya juga, inilah model yang jarang ditemui, sebuah ekosistem yang mampu menjaga nilai sambil terus berkembang.

Kini, proyek Tarumanagara City tengah berjalan. Dengan penuh harapan dan keyakinan, Ir. Ciputra melihat masa depan yayasan dan bangsa ini dari kacamata seorang pemimpi yang realis.

“Saya yakin akan mendulang keberhasilan. Dari aset Tarumanagara yang berjumlah empat triliun saat ini, saya yakin akan berkembang menjadi 24 triliun. Ini sebuah mimpi dan memang semua usaha besar saya dimulai dari mimpi yang merupakan proses sukses saya, yaitu 5D, Dream, Desire, Drive, Discipline, Determination,” papar Ciputra.

Baca Juga: Kiprah Ciputra Membesarkan PB Jaya Raya dan Mentransformasi Universitas Tarumanagara

Yayasan yang Mandiri, Warisan Jiwa Entrepreneur Ciputra

Mengelola sebuah yayasan bukan sekadar tentang niat baik atau semangat berbagi. Bagi Ciputra, membesarkan yayasan adalah sebuah perjuangan yang membutuhkan visi, keberanian, dan jiwa kewirausahaan yang menyala, seperti saat membangun sebuah perusahaan besar dari nol.

Sebagai sosok yang tumbuh dari masa kecil yang penuh keterbatasan, Ciputra memahami betul bahwa ketergantungan bukanlah jalan keluar. Terutama dalam dunia pendidikan dan sosial, yayasan seharusnya tidak hanya menadahkan tangan, bergantung pada bantuan atau belas kasihan.

“Sebagai pengusaha yang punya latar belakang kehidupan masa kecil yang berat, saya tidak pernah rela bila yayasan hanya berjalan mengikuti angin yang bertiup. Banyak yayasan hanya menadahkan tangan. Berharap ada bantuan datang dan perjalanannya kemudian sangat bergantung dari dana yang ada,” terang Ciputra.

Bagi Ciputra sendiri, semangat mandiri dan produktif adalah napas yang harus dihembuskan dalam setiap langkah yayasan. Ia percaya, yayasan bisa dan harus bergerak agresif, layaknya perusahaan tapi tetap menjaga karakter utamanya, yakni tidak membagikan keuntungan, tidak ada pemilik saham. Semua hasil dikembalikan untuk misi kemanusiaan dan pendidikan.

“Yayasan seharusnya bisa bergerak agresif seperti semangat yang dijalankan perusahaan. Tanpa mengubah karakter yayasan yang tidak boleh membagikan keuntungan atau saham, yayasan bisa terus menyejahterakan diri dengan menciptakan hal-hal yang mendatangkan profit. Dengan demikian, yayasan akan menjadi mandiri dan mumpuni,” paparnya.

Jiwa entrepreneurship ini tidak hanya Ciputra bagikan dalam kata-kata, tapi ditanamkan dalam aksi nyata di berbagai yayasan yang dinaunginya. Mulai dari Yayasan Prasetya Mulya yang menaungi universitas ternama, hingga Yayasan Pendidikan Jaya dan Universitas Pembangunan Jaya yang membangun pendidikan dari akar rumput.

Ada pula Yayasan Ciputra Pendidikan yang memiliki Universitas Ciputra dan sembilan sekolah unggulan, Yayasan Citra Kristus yang fokus pada kegiatan filantropi keluarga, serta Yayasan Artpreneur yang menjadi rumah bagi galeri seni, teater, dan museum kelas dunia.

Bahkan dalam struktur korporasi, ia menyuntikkan semangat ini ke Yayasan Marga Jaya yang memegang 7% saham PT Pembangunan Jaya, bukti bahwa yayasan juga bisa mengambil bagian dalam arus ekonomi nasional.

“Sama halnya dengan membangun bisnis, di dalam membesarkan yayasan pun saya menyuntikkan jiwa entrepreneur. Cara pandang pengelolaan yayasan harus disertai spirit untuk sejahtera, penuh daya, dan powerful sehingga yayasan mampu mengembangkan aktivitas yang digerakkannya,” jelas Ciputra.

Dan kata Ciputra, hasilnya pun nanti bukan sekadar laporan kegiatan, tetapi perubahan nyata, pertumbuhan signifikan, dan pengaruh yang mendalam bagi masyarakat luas.

“Jika dilihat dari apa yang telah dihasilkan yayasan yang saya bina, kita akan melihat sebuah perkembangan yang signifikan. Itu karena mental dalam mengembangkannya bukanlah mental meminta atau berharap bantuan. Tapi, mental untuk berusaha dan menciptakan peluang,” pungkasnya.

Baca Juga: Keteguhan Iman dan Prinsip Hidup 5D ala Ciputra dalam Menghadapi Sakit dan Ujian