Politisi kawakan Timor Leste  José Manuel Ramos-Horta telah mendulang sukses berkali-kali dalam perjalanan karier politiknya. Ia sudah dua kali merasakan empuknya kursi presiden di negara di bagian Timur, Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.

Pertama kali ia merengkuh jabatan tertinggi itu pada 2007 hingga 2012. Lalu jabatan itu ia rebut kembali pada 2022 dan menggenggamnya sampai sekarang.

Baca Juga: Makna Anggrek Merah Putih Megawati untuk Prabowo

Sebelum sampai pada puncak kariernya,Ramos Horta juga sudah menorehkan sederet catatan gemilang, ia pernah menjabat  Menteri Luar Negeri dari tahun 2002 hingga 2006, ia menjadi Menteri Luar Negeri pertama Timor Leste setelah negara itu merdeka pada 2002. 

Selanjutnya Ramos Horta didapuk menjabat Perdana Menteri Timor Loro Sae pada 2006 hingga 2007.

Memperjuangkan Tanah Kelahiran

Dari deretan nama-nama pejuang kemerdekaan Timor Leste, Ramos Horta merupakan salah satu nama yang terlibat langsung. Laki-laki kelahiran 26 Desember 1949 di Dili, Timor Leste itu bahkan telah terlibat perjuangan di usia yang masih sangat belia, di usia belasan tahun Ramos Horta sudah getol memperjuangkan nasib tanah kelahirannya itu. 

Konsekuensi perjuangannya, Ramos Horta harus rela hidup di pengasingan, ia berkali-kali di lempar keluar dari tempat leluhurnya. Pahitnya pengasingan perdana dirasakan Ramos Horta pada usia 18 tahun. 

Pemerintah koloni Portugis mengasingkan dia ke Mozambik. Ramos Horta sempat kembali ke Timor Leste, tetapi diasingkan lagi pada 1970 hingga 1971.

Perlu diketahui Timor Leste sempat dijajah Portusgis pada abad ke-16 hingga 1975. Pada 1975, pemerintah koloni menarik pasukan mereka ke Pulau Atauro usai perang saudara berkecamuk di Timor Leste.

Singkatnya, Portugal kemudian melepas wilayah Timor Leste karena gejolak dan kondisi politik bangsa Portugis yang ketika itu juga sedang gonjang ganjing. Selanjutnya pada Desember 1975, Indonesia melancarkan Operasi Seroja hingga 1999.

Gerilya Dua Dekade

Ketika Indonesia menduduki Timor Leste, Ramos Horta mengasingkan diri ke luar negeri untuk bergerilya dan mencari dukungan. Ia meninggalkan jabatan menteri luar negeri dalam pemerintahan yang dibentuk gerakan pembebasan Fretilin. 

Perjalan Ramos Horta di negara orang bukan waktu singkat, ia mengasingkan diri selama lebih dari 20 tahun, segala upaya ia lakukan untuk kepentingan rakyat Timor  Leste termasuk aktif mencari dukungan di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Ramos Horta bahkan tercatat sebagai salah satu anak muda yang berpidato di forum resmi PBB. Dia meyakinkan perwakilan PBB untuk mengeluarkan resolusi yang mendukung kemerdekaan Timor Leste.

Tumbuh besar di negara orang rupaya membuat Ramos Horta menjadi seorang diplomat andal, kemampuan negosiasinya jempolan. 

Keahlian itu membuat ia memilih  jalan berbeda dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Timor Leste, ia tak mengangkat senjata dan berperang di medan tempur macam Xanana Gusmao, Ramos Horta memilih jalur diplomasi.  

Ide itu mulai ia anjurkan pada pertengahan 1980-an, lalu pada 1992, ia menyampaikan rencana perdamaian dengan Indonesia. Secara garis besar isi usulan damai itu yakni proposal konkret untuk kerja sama kemanusiaan dengan Indonesia dan kehadiran internasional yang dipimpin PBB. 

Raih Nobel Perdamaian

Usulan perdamaian di tengah hiruk pikuk politik Timor Leste itu rupanya mendapat respons positif dari dunia internasional, hal ini menjadi dasar penarikan pasukan Indonesia dan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Timor Leste. 

Pada 1999, warga Timor Leste melakukan referendum. Mayoritas dari mereka memilih lepas dari Indonesia. Timor-Timur yang tadinya menjadi Provinsi paling muda di Indonesia itu resmi menjadi sebuah negara baru pada 2002 setelah PBB mengakui kemerdekaan dan kedaulatan mereka. 

Kemerdekaan Timor Leste itu membuat Ramos Horta diberi penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 1996, tak sendiri nobel itu juga diberikan kepada rekannya Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo yang juga selama ini memperjuangkan nasib Timor  Leste lewat jalan damai. 

Ide kedua tokoh ini dianggap menciptakan solusi yang adil dan damai dalam  konflik di Timor Timur. Penghargaan ini diberikan atas kontribusi berkelanjutan mereka dalam mengakhiri penindasan dan mendukung hak rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib sendiri.