Perusahaan Bakrie Group pasti tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Konglomerasi bisnis ini memiliki berbagai lini bisnis, mulai dari pertambangan, agribisnis, hingga industri kreatif. Di balik gagahnya perusahaan Bakrie Group, ada sosok luar biasa bernama Achmad Bakrie.
Achmad Bakrie merupakan pria kelahiran 1 Juni 1916 di Kalianda, Lampung. Sejumlah sumber menyebutnya hanya mengenyam pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD) dengan lulus dari Hollandsche Inlandsche School (HIS). Namun, ada juga yang menyebut bahwa Achmad Bakrie berhasil lulus dari Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah era Hindia-Belanda setara Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Baca Juga: Mengenal Sosok Anindya Bakrie, Pemimpin Generasi Ketiga Bakrie Group
Dengan sulitnya akses pendidikan bagi pribumi di kala itu, semangat Bakrie dalam menempuh ilmu terbukti tinggi. Bakrie dikenal sebagai pribadi yang gemar memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Bahkan, saat telah bekerja sebagai pegawai di NV Van Gorkom, putra dari H. Oesman Batin Timbangan ini masih bisa menyisihkan waktu luangnya untuk bersekolah dagang di Hendlesinstitut Schoevers (1937-1939).
NV Van Gorkom merupakan perusahaan dagang Belanda. Di sini, Bakrie bekerja sebagai pedagang perantara untuk karet, lada, dan kopi. Dari kesempatan tersebut, dia menyerap ilmu berbisnis sekaligus jalur-jalur utama penjualan. Akhirnya, Bakrie memilih keluar dari NV Van Gorkom di tahun 1941 dan memulai bisnisnya sendiri.
Pendirian Bakrie & Brothers
Masih bergerak di bidang perdagangan karet, lada, dan kopi, Achmad Bakrie mendirikan Bakrie & Brothers General Merchant and Commission Agent di Teluk Betung, Lampung pada 10 Februari 1942. Semasa pendudukan Jepang, nama Bakrie & Brothers tidak diperkenankan untuk digunakan karena berbau "Barat" hingga akhirnya Bakrie memindahkan perusahaannya ke Jakarta pada tahun 1943.
Demi melindungi bisnisnya dari Pemerintah Jepang, Bakrie sempat menggunakan nama Jasuma Shokai. Selepas Jepang, nama awal perusahaan Bakrie & Brothers dimunculkan kembali. Bisnisnya makin berkembang di tahun 1952 karena mampu memperluas wilayah perdagangan dari antardaerah menjadi antarnegara. Bakrie merintis bisnis ekspornya dengan mengirim karet, lada, dan kopi ke Singapura.
Peluang emas tersebut mampu diambil Bakrie karena di tahun 1950-an gaung nasionalisme digalakkan di berbagai lini, termasuk sektor usaha. Saat perusahaan asing dinomorduakan, Bakrie mendapat keuntungan sebagai pedagang lokal dan berhasil mengakuisisi perusahaan baja yang terpaksa dilepas Belanda. Bakrie bahkan menerima kucuran modal dari pemerintah lewat skema Gerakan Banteng berkat statusnya sebagai pengusaha lokal.
Dengan keuntungan yang didapat, Bakrie terus melakukan diversifikasi bagi bisnisnya. Dia berhasil membeli Uniroyal Sumatera Plantations, sebuah perusahaan perkebunan milik Uniroyal Inc dari Amerika Serikat, di tahun 1986 dan mengubahnya menjadi Bakrie Sumatera Plantations.
Legacy Achmad Bakrie
Achmad Bakrie sukses membangun dan membesarkan Bakrie Group selama kurang lebih 40 tahun. Dia meninggal dunia pada 15 Februari 1988 di Tokyo dan mewariskan usahanya kepada empat anaknya: Aburizal Bakrie, Roosmania Roosmania Odi Bakrie (Odi), Nirwan D. Bakrie, dan Indra Usmansyah Bakrie. Sementara itu, istri Achmad Bakrie bernama Roosniah Bakrie, perempuan berdarah Batak dengan marga Nasution.
Di tangan anak-anaknya, PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) mencatatkan diri di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 1989. Setelah sempat dipimpin oleh Aburizal Bakrie sebagai anak sulung, bisnis Bakrie Group kini berlanjut ke generasi ketiga. Saat ini, kepemimpinan di Bakrie Group dipegang oleh Anindya Novyan Bakrie, anak sulung Aburizal Bakrie, sekaligus cucu Achmad Bakrie.