Selama dalam pelarian, keduanya dituduh menjadi bagian dari gerakan terorisme jaringan Al-Qaeda. Tudingan tersebut diberikan agen intelegen Amerika Serikat, CIA.  Meski dicap teroris naman nama Ba’asyir justru terus melambung di beberapa negara, dia telah menjelma menjadi pemuka agama yang disegani di Malaysia dan Singapura. 

Singkat cerita Ba’asyir baru pulang ke Tanah Air pada 2002 dan langsung ditunjuk  memimpin Majelis Mujahidin Indonesia. Adapun agenda organisasi ini adalah menegakkan syariat Islam di Indonesia.

Namun tak berselang lama, Ba’asyir kembali tersandung kasus, kali ini ia dituding sebagai dalang di balik peristiwa bom Bali jilid I dan II. Proses hukum  Ba’asyir terkait tragedi bom Bali berlangsung penuh polemik. Ia kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan divonis hukuman 2, 6 tahun pada 3 Maret 2005. Ba’asyir bebas pada 14 Juni 2006.

Pada 2010 Ba’asyir kembali ditahan Kepolisian RI di Banjar Patroman atas tuduhan keterlibatan dirinya di  satu cabang Al-Qaida di Aceh. Setahun kemudian dia divonis  15 penjara oleh  Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dia dinyatakan terlibat dalam pendanaan latihan teroris di Aceh dan mendukung terorisme di Indonesia.

PENDIDIKAN

Pondok Pesantren Gontor, Ponorogo, Jawa Timur (1959)

Fakultas Dakwah Universitas Al-Irsyad, Solo, Jawa Tengah (1963)

KARIER

Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam Solo

Sekretaris Pemuda Al-Irsyad Solo

Ketua Gerakan Pemuda Islam Indonesia (1961)

Ketua Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam

Pemimpin Pondok Pesantren Al Mu'min (1972) 

Ketua Majelis Mujahidin Indonesia (2002)